Dapur yang biasanya kosong di malam hari itu, kini tampak sedikit ricuh oleh bunyi kran air yang beradu dengan gesekan peralatan masak dari tangan seorang ibu-ibu paruh baya.
"Lu sekarang udah nggak pernah pulang ke Depok kenapa? Sibuk?"
Tangannya meraih panci yang bertengger di dinding, sesekali mendecih sembari menggosok pantat gosongnya.
Riska emang lagi sibuk di sini Wa."
Timpal Riska sembari menggeser ember yang sudah penuh lalu menggilir ke sebuah ember lain.
"Sekali-kali sempetin kek, barang nengok sebentar doang. Makam udah nggak ada yang ngurusin tuh!" Uwa menggosok-gosok cuciannya cukup keras, melemparnya ke arah samping, berkelontangan.
"Maaf Wa." ucapnya singkat.
"Udah penuh noh! Ngelamun ajah."
uwa mendorong tubuhnya lalu mematikan kran air yang masih mengucur. "Lu kenapa? Udah uwa bilangin nggak usah ke Jakarta, kerja di Depok jaya ikut kong Sabri kan enak. Lagian lu kan juga kagak pernah kirim duit."
"Kontrak kerja Riska masih lama Wa di sini."
"Emang lu kerja di sini dapet apaan? Liat lu sekarang bisa kagak bikin orangtua lu bangga."
"Uwa, nggak usah bawa-bawa mereka." Kesal Riska dibuatnya. Ia lempar baju-baju kotornya ke seember penuh air, membuatnya bercipratan.
"Uwa cuma ngasih tau ke elu, nih ya dari lu lulus SMA udah ke sini, Nggak ada yang ngawasin. Uwa itu udah ketir-ketir, lu itu demen bikin rusuh. Kalo kenapa-napa gimana? Lu tuh cewek."
"Kenapa emangnya kalo Riska cewek?" Riska kembali kesal. Berjongkok memulai cuciannya dengan mencebikkan bibir.
"Cukup si Danar ajah yang idupnya ruwet. Lu tau akhirnya dia gimana kan?"
"Uwa kok demen sih ngomongin orang yang udah meninggal. Riska nggak suka Uwa jelek-jelekin bapak!"
Riska sudah mulai berteriak, cucian di embernya pun ia gilas dengan geram.
"Eh Gua kagak ngejelekin, gua ngomong apa adanya. Gua nggak mau nasib lu kayak dia."
"Uwa nggak usah ikut campur, ini idup Riska. Mau Riska ngapain kek juga nggak ada hubungannya sama Uwa.
"Iya gua tau gua cuma tetangga bapak lu, tapi asal lu tau, gua cuma kuatir sama lu".
"Besok pagi Riska kasih duit, Riska anter ke terminal Wa."
"Eh lu kata gua ke sini cuma mau minta duit ke elu?"
"Lah tadi ngomongnya Riska nggak pernah kirim duit?"
"Eh denger Riska, gua tau lu ke Jakarta mau nyariin temen bapak lu yang kurang ajar itu kan?"
Riska diam sejenak. Mengamati cuciannya yang masih menumpuk, ia justru bangkit.
"Mau kemana lu? Eh Riska, uwa belom selese ngomong."
Bukannya tak mau mendengar ocehan uwanya, hanya saja ia teringat janji pertemuan dengan seseorang di sebuah club malam.
"Riska. Dengerin dulu kalo orangtua lagi ngomong!"
"Lagi ada perlu Wa. Besok ajah ngomongnya."
Riska melenggang masuk ke kamarnya berganti baju dan menyiapkan sejumlah uang di tas, sementara si uwa yang mengikutinya dari belakang terlihat mengawasinya dengan curiga.
"Lu mau kemana malem-malem gini?"
"Mau nongkrong sama temen," sahut Riska dan langsung berlalu pergi meninggalkan uwanya yang masih berdiri di sana dengan terbengong.
…
"Gimana lu udah siapin duitnya Ris?" tanya seorang perempuan begitu Riska memasuki pintu depan sebuah club yang ia tuju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Riska
RomancePRIVATE ONLY 21+ 🔞 --(Konten Dewasa) Menghabiskan banyak uang di perjudian mungkin menjadi cara Riska menikmati hidupnya selain karena sebuah janji yang ia buat. Ketika segalanya berada di titik serba tidak pasti dan situasi dimana ia didesak dana...
