Saat Riska tiba kembali di rumah sakit, matahari sudah terbit malu-malu. Udara yang sejuk meniup tengkuknya ketika ia berjalan menyusuri lorong, entah karena pendingin ruangan atau keadaan yang masih pagi.
Di koridor IGD sudah tak tampak ada orang atau anggota keluarga di sana. Riska yang kebetulan melihat salah satu ajudan keluarga menghampirinya dan akan bertanya."Mari saya antar Mbak." ajudan itu yang Riska lupa namanya saking banyaknya pembantu dan orang-orang di keluarga Anggawarsito langsung sigap begitu dirinya mendekat.
"Makasih Pak."
Tak jauh dari langkahnya yang kini bergegas Riska melihat beberapa orang anggota keluarga di sana dan seorang perempuan berpakaian serba hijau.
"Riska." Jeje lah yang menyapanya pertama kali namun, Riska tak menggubrisnya. Ia masih sakit hati, meski tahu bahwa Fathir dan Jeje saling menyukai dan dirinya hanya perempuan bayaran dalam hidup pria itu.
"Noni." Om Hasan beralih menyambutnya begitu Riska tampak melihat sekelilingnya.
Abi dan mami tak ada. Di sana terlihat tampang-tampang lesu keluarga om Hasan dan keluarga maminya. Melihat mereka semua Riska kembali menciut. Apa mereka semua sudah tahu kejadian sebenarnya?
"Om. Gimana keadaan Japa?" tanya Riska mengabaikan Jeje yang akhirnya berjalan ke arah pintu dengan bersedekap.
"Syukurlah, nggak ada yang serius. Mertua kamu masih di dalam. Begitu mereka keluar kamu masuk ajah." om Hasan mengedik ke arah pintu. Jeje masih terlihat berdiri di sana dengan wajah yang sulit Riska terka. Apa maunya perempuan itu? Apa sekarang waktunya mengembalikan kekasihnya?
Riska mengangguk, tak lama kemudian abi dan mami keluar. Riska tak beranjak dari duduknya karena ia tahu Jeje sudah mengambil tempatnya di depan pintu. Ia pun masuk setelah bercakap sekilas dengan orang tua Fathir.
"Kamu nggak masuk?" tanya om Hasan heran.
"Ntar ajah Om." jawab Riska sembari mendudukkan diri di kursi.
Beberapa keluarga menahan sesaat abi dan mami, sepertinya mereka membicarakan sesuatu yang serius."Yaudah, kalau gitu om mau pulang dulu ya, ntar balik lagi."
"Iya Om. Makasih."
Om Hasan pun keluar dengan keluarganya yang sekilas berpamitan pada Riska dan mertuanya.
Mami dan abi sekarang melangkah ke arahnya meninggalkan keluarga mami yang masih tampak bercakap-cakap di tempat duduk di depan Riska.
"Nik. Mami sama abi pulang dulu yah. Japa nggak papa. Biar nanti Adam yang bawain sarapan buat kamu."
"Nggak usah Mi."
"Nggak usah gimana sih. Japa nyariin kamu tuh dari dia bangun. Kamu ntar yang jagain dia, kalo perut nggak keisi bisa-bisa pingsan ntar."
Riska akhirnya menyetujui.
"Kayaknya kamu udah ngobrol sama opa ya tadi?" tanya abinya sembari melirik sekilas pada keluarga yang kini berdiri dari duduk mereka, seperti akan bersiap pergi.
"Iya Bi." jawab Riska singkat.
"Okeh kalo gitu sisanya kamu urusin si Japa ya."
"Iyah." Riska melihat pintu di depannya sekilas. Jeje masih belum keluar, tentu saja perempuan itu akan betah lama-lama di sana.
"Mami sama abi tinggal dulu Nik." pamit mami.
Riska bangkit lalu memeluknya sekilas. "Jagain si Japa ya." mami kembali mengingatkannya sembari menepuk pipinya sekilas.Ada apa dengan Japa? Apa pria itu menginggau? Apa yang membuat abi dan mami sampai mengingatkannya lebih dari satu kali. Yah tentu saja dia akan bertanggung jawab, tapi setelah perempuan yang di dalam keluar.
Baru saja Riska akan mendudukkan pantatnya, keluarga lain sudah menantinya, bercakap sejenak dan mereka akhirnya pamit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Riska
RomancePRIVATE ONLY 21+ 🔞 --(Konten Dewasa) Menghabiskan banyak uang di perjudian mungkin menjadi cara Riska menikmati hidupnya selain karena sebuah janji yang ia buat. Ketika segalanya berada di titik serba tidak pasti dan situasi dimana ia didesak dana...