• Makasih ya buat para pembaca yang udah bantu vote sampai 1K ❤
•Ini adalah part pemungkas tentang Riska dan masa lalunya.
————
Riska mengeratkan jaketnya dan masuk. Tak ada siapa-siapa di sana. Pintu juga tidak dikunci. Ia memastikan sekali lagi, terdengar obrolan dari arah dapur. Naim dan bu Yun terdengar bercakap-cakap."Bu Yun. Bang Naim," panggil Riska yang sontak membuat mereka menoleh bersamaan. "Kenapa sepi? pintu depan nggak dikunci lagi. Engkong ke mana?"
"Tuan besar di depan Mbak," sahut bu Yun terlihat berpikir sejenak.
"Nggak ada orang tuh."
"Oh mungkin di——"
"Ya sudah nggak papa saya mau mandi dulu." Riska memotong penjelasan Naim yang ragu-ragu.
Riska memutuskan naik ke kamar lalu mandi. Beruntung pula engkong tak menyambutnya kalau tidak ia harus kembali menguras emosinya. Dia lelah hari ini, dan butuh waktu sejenak untuk menenangkan diri.
Dengan perlahan ia buka satu persatu kancing blusnya, menyalakan kran bath up lalu masuk ke dalam membenamkan separuh tubuhnya.
Riska menyandarkan kepalanya, menatap langit-langit.
"Semuanya nggak seperti yang gue kira, gue terjebak dengan perasaan yang paling berbahaya." Ia memejam cukup lama sampai suara gedoran yang cukup keras terpaksa membangunkannya.dor dor!
Riska bangkit meraih handuk dengan tergesa.
"Mbak. Mbak Riska!"
Suara bu Yun teredam di dua pintu sekaligus. Riska melangkah membuka pintu kamar mandi."Mbak."
Suara itu terdengar lebih jelas karena terhalang satu media."Sebentar Bu," sahut Riska.
Ia putar knop pintu benar saja bu Yun tampak berdiri di sana dengan tampang kusut.
"Mbak ditunggu Tuan besar di ruang kerjanya Bapak."
"Iya Bu, saya ganti baju dulu."
Bu Yun mengangguk kemudian berlalu pergi. Riska tak mau berspekulasi apa yang baru saja terjadi, mungkin bu Yun kena semprot tiba-tiba yang membuat tampangnya layu seketika, atau entah apapun itu.
Dress merah jambu pendek melekat pas di atas stocking tipis hitam yang membalut kaki panjangnya, Riska mengakhiri patutan dirinya di cermin dengan cepolan asal di rambutnya. Terakhir ia meraih kardigan hitam rajut di atas kasur lalu memakainya kemudian bergegas turun ke ruang kerja.
Engkong terlihat merenung di sofa sembari memegangi sebuah amplop coklat besar, kedua matanya seketika beralih begitu Riska melangkah masuk.
"Kong." sapanya dengan ragu. Setelah kejadian yang menimpa cucunya Riska merasa ada jarak yang membentang di antara mereka.
"Duduk sini Nik." pinta engkong sembari menepuk space kosong di sebelahnya.
"Sebelumnya Riska minta maaf Kong. Maaf yang sebesar-besarnya buat keluarga ini."
Riska memilih untuk memulai membuka pembicaraan terlebih dahulu sebelum apa yang dipikirkan benar-benar terjadi.
Bagaimanapun juga ia turut bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi pada Fathir."Gua dan keluarga gua yang minta maaf ke elu."
"Riska nggak ngerti." Ia duduk di sebelah engkong sedikit bimbang.
Engkong mulai membuka amplopnya dan mengeluarkan berkas-berkas di dalamnya. Sebuah kertas yang tampak lusuh disorongkan ke arahnya.
Di kertas tersebut terpampang huruf-huruf yang diketik dengan mesin ketik jadul. Ada tanda tangan dua nama di ujung bawah setelah keterangan sekilas.
Riska memulai membaca dari awal. Semacam surat wasiat keluarga, ditetapkan bahwa keluarga Anggawarsito menjadi wali bagi keturunan Bernardus Efendi Zadokh yang masih hidup dan berkewajiban memberikan penghidupan yang layak sampai akhir hayatnya.
Riska terdiam sesaat, membaca nama Bernardus Efendi membuat ingatannya berlari ke moyang yang pernah diceritakan bapaknya dan beberapa minggu yang lalu baru saja ia kunjungi makamnya. Lalu kenapa surat ini ada pada engkong? Apa sebenarnya hubungan keluarga anggawarsito dengan keluarga Zadokh?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Riska
Roman d'amourPRIVATE ONLY 21+ 🔞 --(Konten Dewasa) Menghabiskan banyak uang di perjudian mungkin menjadi cara Riska menikmati hidupnya selain karena sebuah janji yang ia buat. Ketika segalanya berada di titik serba tidak pasti dan situasi dimana ia didesak dana...