75. Pamit

4K 208 3
                                    


Riska menaiki lift menuju tempat janjian mereka bertemu, ketika lift berdenting terbuka tampaklah sebuah kolam renang dengan meja bar yang menjorok ke tepinya. Zaki tengah duduk menyilangkan kaki di sana seorang diri.

"Jak. Sori ya nunggu lama."

"Hai. Nggak kok. Mau minum sesuatu," tawar Zaki begitu Riska mendudukkan diri di sebelahnya.

"Es teh ajah kalo bisa." Riska tersenyum lalu melongokkan kepala seraya memanggil seorang pramusaji yang tampak bercakap-cakap dengan seorang pria di dalam sana.

"Biar aku ajah," sergah Zaki sambil berdiri. "Mas. Green tea ice ada?"

"Oh. Maaf saya tinggal ke belakang tadi. Iya ada. Mau pesan berapa?"
Pelayan tersebut tersenyum ramah lalu mengangguk sopan ke arah Riska.

"Satu ajah Mas," sahut Riska.

"Jadi mau ngomong apaan nih?" tanya Zaki sembari terus tersenyum memandanginya. Riska tersipu, tapi hanya sekedar tersipu tak lebih.

"Kamu dulu. Katanya tadi mau ngomong sesuatu juga."

"Okeh. Kamu siap yah?"

"Belum-belum udah sia-siap. Emang mau kemana Jak?"

"Aku mau balik ke Jepang."

"Kok tiba-tiba?"

Sebelum Zaki kembali menjawab, si pelayan harus menyela pembicaraan mereka dengan nampan berisi satu gelas green tea dingin. Dia kemudian buru-buru kembali ke belakang.

"Woh lu jadi maen ntar malem di sini? Bakal seru tuh!"

"Yah sekalian berangkat ye gak?"

"Gue kira bakal ditutup semua."

"Lu mah nggak ngaruh, mau ditutup semua mau sebagian, gajian tetep ngalir tiap bulan. Lah gue kalo nggak ada panggilan masak mau ngisi di kawinan."

"Hahaha. Pecat ajah manajer lu tuh."

"Nggak perlu, ntar gue mau ngomong sama yang punya nih tempat."

"Belagu lu mentang-mentang diundang jadi tamu VIP."

Riska bisa mendengar hampir sebagian besar obrolan si pelayan dari ruangan dalam. Kelihatannya dia masih mengobrol asik dengan salah seorang temannya tadi. Baguslah untuk menjeda suasana yang sedikit kaku kali ini.

"Nggak tiba-tiba kok. Emang aku udah rencanain ini, jauh sebelum kamu nikah." Zaki merendahkan suaranya.

Riska menatapnya serius, menunggu kalimat yang terasa seperti masih mengantung di awang-awang.

"Dan sebetulnya aku punya rencana mau ngajak kamu ketemu mama di sana, kalau perlu nggak usah balik ke sini." Zaki memutar bola matanya sekilas sebelum melanjutkan ucapannya. "Tapi kayaknya kamu udah bahagia di sini. Aku seneng akhirnya kamu bisa nemuin keluarga yang bisa nyayangin kamu Ris, juga suami yang...." Zaki terdiam sejenak. "Yang cinta sama kamu."

Riska menyeruput minumannya, keinginan untuk menceritakan semua keluh kesahnya selama bersama Fathir menguap sudah. Zaki berpikir hidupnya bahagia dan Riska tak ingin membuat lelaki itu meruntuhkan imajinasinya tiba-tiba. Ia terpaksa memendamnya kali ini, lagi pula Zaki sudah tak punya urusan lagi mengenai masalah pribadinya setelah perkara dengan Jamal selesai.

"Maaf Jak...." Riska mengatakannya seraya menunduk.

"Nggak papa, kamu nggak salah kok. Aku ikut seneng kalau kamu sekarang bahagia."

"Kapan kamu berangkat?" Riska bertanya sembari memikirkan bahwa akhir-akhir ini kenapa topik ke luar negeri menjadi begitu menyentil perasaannya.

"Seminggu lagi. Sebetulnya ada bagusnya juga aku baru bisa ngomong sekarang."

Dunia RiskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang