Aryo bersama Karina dan Ismo harus memberi kesaksian di kantor polisi sementara Bagas dan dirinya menunggu kedatangan keluarga Fathir di rumah sakit.
"Nih hp lu." Bagas menyerahkan sebuah ponsel dari saku celananya.
"Makasih buat semuanya." Riska menimpali dengan suara lirih.
"Sama-sama."
Mereka berdua duduk bersebelahan namun, seakan ada tembok tebal yang membatasi. Riska tak ingin Bagas menanyakan macam-macam perihal kejadian tersebut begitu pun Bagas terlihat tidak nyaman di tempatnya, beberapa kali menghela napas dan mendongak ke arah pintu IGD.
Dari arah seberang terlihat tiga orang yang dikenali Riska berjalan tergopoh-gopoh, seorang di antaranya hanya mengenakan pakaian tidur yang dibalut jaket tebal. Mami, abi dan Adam tampak berjalan mendekat."Nik!" seru maminya begitu melihat Riska yang terduduk diam. "Kamu nggak papa sayang?" Ia pun langsung memeluk Riska, rambut kriwilnya yang mencuat di sekitar telinganya menggelitik pipi Riska saat perempuan itu membenamkan wajah di bahunya.
"Japa Mi…maafin Riska," kata Riska dalam suara yang bergetar. Ia tak tahu bahwa respon mami akan seperti ini, ia sempat berpikir kedua orang tua Fathir akan menyalahkannya habis-habisan terutama mami namun, dari yang dilihat Riska mereka tampak sudah paham akan kejadiannya.
"Yang penting kamu baik-baik ajah sayang."
"Tapi Mi. Kalo Japa sampe kenapa-napa Riska siap tanggung jawab." ucapnya lirih.
Mami melepas pelukannya lalu mengusap kepalanya sekilas. Kedua matanya yang memerah tak bisa membohongi bekas airmata yang mungkin sudah berkali-kali tumpah.
Riska meraih kedua lengan mami yang lunglai, mencengkeram pergelangan tangannya dan berusaha meyakinkan bahwa semua ini akan menjadi tanggung jawabnya, bagaimanapun juga respon mami yang berusaha menenangkannya terasa janggal.Anak satu-satunya dalam keadaan kritis, mungkin seorang ibu bahkan rela menggantikan posisinya hanya saja semua itu tak serta merta diumbar. Riska menangkap semua ekspresi itu.
Abi yang akhirnya duduk di sebelah Bagas sembari menopang dagu dengan kedua tangannya tampak tak bersuara meski mereka bersebelahan, pandangannya mengarah ke pintu, sama seperti Bagas. Apakah pria itu akan merelakan begitu saja kalau sesuatu yang buruk terjadi pada anaknya? Pada penerus satu-satunya dan kini harus terbaring dengan kondisi memprihatinkan."Mi Riska minta maaf kalo Japa samp--" nada suaranya bergetar, tak tahu apa dia bisa menyelesaikan kalimatnya ini.
"Udah, kamu tenang ajah dulu. Doain yang terbaik." suara mami serak.
Tak ada yang bisa Riska lakukan, kalau sampai semua keluarga besar datang lalu insiden yang menimpa Fathir mengarah padanya, pada keterlibatannya selama ini dengan bandar judi. Apa yang ia lakukan? Mencoreng nama keluarga besar. Tentu saja. Perjanjian pernikahan yang awalnya hanya sebagai pemulus jalan kini macam bumerang yang bisa menghanguskannya tiba-tiba. Membayangkan hal tersebut membuat Riska berpikir kenapa dia tak mati saat itu juga? Saat ia mengucapkan kalimat terakhir akan pertemuan dirinya dengan kedua orangtuanya di akhirat nanti. Mungkin Fathir tak perlu menyelematkannya segala dan akhirnya berakhir seperti ini.
Riska melangkah ke arah abi yang masih diam, jelas sekali rautnya tampak baru saja kehilangan sesuatu yang berharga. Satu-satunya cara yang bisa Riska lakukan sekarang adalah meminta maaf. Ia berjanji akan mengakui semuanya, keterlibatan dia selama ini dalam perjudian, masa lalunya dan kenapa ia menyetujui perjanjian pernikahan ini. Riska akan jujur dan mengakhiri semua ini.
"Bi?" Panggilnya seraya bersimpuh. Tak ada stok airmata lagi, hanya rasa bersalah yang bertubi-tubi. Penyesalan akan keputusan jalan hidupnya yang membawa sampai sejauh ini. Riska menautkan kedua telapaknya lalu membungkuk dalam-dalam. Ia tau apa yang dirinya lakukan. Seorang perempuan yang bukan siapa-siapa mendapat tawaran dengan iming-iming sejumlah uang lalu secepat inilah semua terjadi, termasuk perasaan yang tak pernah ia prediksi. Perasaan yang mungkin hanya menyisakan sesal semata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Riska
RomancePRIVATE ONLY 21+ 🔞 --(Konten Dewasa) Menghabiskan banyak uang di perjudian mungkin menjadi cara Riska menikmati hidupnya selain karena sebuah janji yang ia buat. Ketika segalanya berada di titik serba tidak pasti dan situasi dimana ia didesak dana...