43. Salah kamar

4.3K 205 8
                                    


Mereka berdua berdiri mematung seperti anak yang baru tertangkap basah mencuri. Engkong melangkah menghampiri. Riska tertunduk, ia merasa bersalah sekaligus malu. Semua pasang mata kembali menatap mereka tak terkeculi yang ada di dapur terlihat mengintip dan berbisik- bisik.

"Lu tau nggak berapa harga tuh ikan-ikan?" suara engkong lebih ke penegasan dari pada pertanyaan. Riska diam, iya lebih baik tak menjawab meski dalam dirinya ingin menyanggah.
"Maafin Riska Kong." timpal Riska lirih. Ia akhirnya bersuara.

"Gua nggak nyuruh lu minta maaf."

"Gua nanya harga ikan-ikan gua. Kira-kira sebanding nggak sama gua beli lele se kolam renang di depan? Ha? Lu jangan diem ajah Jap."

Riska mendongak memastikan, ternyata engkong melancarkan pertanyaan gertak itu ke arah Fathir. Yang di tanya cuma diam lalu matanya perlahan bergerak ke arahnya—menatapnya, seolah menjawab dalam diam alasan kolam ikan tumpah ruah adalah karena dirinya.

"Maaf. Ini salah Riska Kong. Riska janji bakal ganti rugi kalo ada ikan yang mati." Riska menunduk kembali tak berani menatap engkong. Kini ia tahu mengapa Fathir begitu takut pada opanya. Engkong memang memiliki aura yang tak terduga.

"Gua nggak nyuruh lu ganti rugi."

"Ada apaan nih?" mami maju ke depan, terlihat bekas tepung di sepanjang celemek yang dikenakannya. "Ya ampun nih anak berdua." mami berkacang pinggang. Persis adegan kepergok untuk yang kedua kalinya.
"Kalian sadar nggak udah umur berapa? Masih cebur-ceburan gitu?"

"Maaf Mi," kali ini Fathir yang menyahut.

"Lu maen nyrobot aja Mei, gua belum selesai ngomong juga." Engkong kembali mengambil alih pembicaraan. "Yang lain pada bubar sana!" teriaknya dan seketika semua orang di belakang maupun yang masih mengintip dari arah dapur kembali ke tempat masing-masing.
"He. gimana Jap, sebanding nggak kalo gua miara lele se kolam renang sama miara nih koi yang barusan lu ceburin?"

"Iya. ntar aku bantuin survey sama nyari bibitnya kalo mau."

"Nah gitu dong. Kalo dah diceburin gini kan, lu nggak bisa ngeles kalo gua ajakin."

Riska terlongo mungkin untuk kesekian kalinya dari beberapa hari ini.

"Yaudah sono mandi. Gua mau lanjutin ngobrol yang tadi."

Selepas engkong pergi, mami masih berkacak pinggang. Menatap Riska lebih sadis dari pada saat mereka pertama kali bertemu. "Jap anterin  Nonik ke kamar mami, cariin baju yang pas buat dia. Sekalian biar dia mandi di sana."
Sudah itu saja dan mami langsung melengos pergi tak menggubris protesan Fathir.

"Mi nyuruh pembantu apa nggak bisa?!" teriaknya. Dan sayang sekali maminya sudah menghilang di balik pintu dapur.
"Lu bisa nggak pas sama gue nggak bikin ulah!" hardik Fathir ke arahnya.

"Tunjukin kamar mami mana? Gue bisa sendiri!" seru Riska sembari meniriskan rambutnya ke kolam.

"Tuh di atas, kamar kedua dari tangga."

Tanpa berkata apa-apa lagi Riska naik duluan ke tangga. Diikuti Fathir di belakangnya namun, langkah kaki mereka mendadak terhenti karena teriakan abi.
"Japa ke sini bentar."

Fathir pun kembali dan menyongsong abinya. Sementara Riska yang masih basah kuyup melangkah perlahan menuju kamar yang ditunjuk Fathir tadi. Perlahan ia membuka gagang pintu, menahan napas membayangkan betapa megahnya ranjang si nyonya rumah. Namun, sayang Riska kembali kecewa. Ia masuk dan menutup pintu kembali, tak menyangka bahwa selera maminya Fathir sangat biasa saja kalau dibandingkan dengan penampilannya yang fashionable. Kamar yang ia masuki sangat luas, tapi cenderung kosong hanya ada tempat tidur besar, lemari warna pastel yang menjulang tinggi serta dua laci yang menempel di setiap sisi kasur. Sudah itu saja. Tak tampak identitas si pemilik ruangan sama sekali. Riska memilih untuk beranjak langsung ke kamar mandi. Nyari bajunya nanti ajah, batinnya.

Dunia RiskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang