Motor yang membawa kedua perempuan itu kini memasuki area parkir Rumah sakit. Riska sudah siap dengan rencana di kepalanya untuk menginap di sana, satu-satunya tempat yang tidak mungkin dilacak Dimas.Ringgggg….
"Halo? Iya ma, di rumah sakit sama Riska. Iya… nengokin engkongnya ma. Iyah Sitha balik sekarang."
Sitha menutup sambungannya, lalu memutar motornya kembali. "Sori ya Ris gue nggak bisa nemenin lu. Nyokap gue lagi ada pengajian, gue disuruh bantuin sekarang. Ngomel-ngomel parah deh."
"Iya nggak papa."
"Salam ya buat engkong lu." Sitha tertahan sesaat ia kini meraih sesuatu dari dompetnya lalu menyerahkan sebuah amplop putih. "Nih buat engkong, nggak seberapa sih, tapi mudah-mudahan lu amanah ya Ris."
"Sembarangan ajah lu." Riska menyambar amplop yang masih menggantung di depan mukanya.
Riska merasa sedikit tenang saat lelaki yang bernama Adam itu terlihat berdiri di sekitar meja informasi. Kedua tangannya ia lipat ke belakang, pakaian yang ia kenakan lebih formal dari pada kemarin. Sepatunya mengkilat, rambutnya klimis, raut mukanya serius menatap ke depan ke arah pintu yang baru saja didorong Riska. Sekilas ia amati kalau Adam ini lebih mirip bodyguard.
Seakan baru saja menangkap mangsa yang ia intai seharian, Adam langsung menyongsong Riska di tengah langkahnya.
"Kamu, saya tunggu dari tadi." ia menggiring Riska mengikutinya."Ha? Napa lu nggak telpon gue ajah."
Pria ini aneh pikir Riska, penampilan rapi seperti ini kenapa tega membiarkan kakeknya tak terurus."Tuan be--maksud saya engkong sudah nunggu kamu dari tadi."
"Tunggu!" perintah Riska sejenak menghentikan langkah terburu-buru mereka. "Lu tuh, liat deh!" Riska menunjuk pakaian yang dikenakan Adam dengan gusar. "Keterlaluan banget ya, punya duit kagak inget engkongnya! Lu bener-bener deh, nggak heran engkong kalo ditanyain nggak mau nyebutin keluarganya."
Adam terlongo, ekspresinya seakan tak mampu menjangkau apa yang diluapkan Riska.
"Ah, malah bengong. Awas ajah lu ya habis gini lu nggak merhatiin engkong lagi. Gue hajar lu!" Riska menggertaknya dan sungguh tanpa ia duga Adam memundurkan langkahnya, berpikir mungkin yang dihadapinya ini perempuan gila.
"Mari, engkong dan keluarga lain sudah menunggu di kamar." ajak Adam dengan sopan, dan tentu saja hal itu malah membuat Riska curiga.
"Tunggu!" perintahnya kembali. "Keluarga lain maksud lu apa?"
Tanya Riska menyelidik karena kini Adam terlihat gelagapan."Eh…bapak dan ibu ke…."
Adam diam sejenak seakan mencari lanjutan kalimatnya yang entah terbang ke mana."Oh emak bapak lu maksudnya? Ehmm, giliran engkong sakit pada kumpul, ntar kalo udah sehat dicariin pada ngilangg. Dasar!" kali ini Riska benar-benar dibuat kesal.
"Sa--saya minta maaf."
Hal yang tak diduga kembali terdengar di telinga Riska. Tapi dia tak mau repot-repot menggubrisnya.
"Lu kerja di mana? Lain kali kalo gajian inget engkong tuh biar berkah kerjaan lu."
Adam hanya mengangguk, langkahnya lurus ke depan tak menanggapi suara rentetan di belakangnya.
"Eh Dam! Tunggu Dam!" cegah Riska di sela perjalanan mereka yang tergesa-gesa.
Serombongan dokter berjalan melewatinya dan salah satu yang berkacamata dengan rambut diikat sebagian sejenak mengalihkannya.
Tak salah lagi itu pasti dia pikir Riska.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Riska
RomansaPRIVATE ONLY 21+ 🔞 --(Konten Dewasa) Menghabiskan banyak uang di perjudian mungkin menjadi cara Riska menikmati hidupnya selain karena sebuah janji yang ia buat. Ketika segalanya berada di titik serba tidak pasti dan situasi dimana ia didesak dana...