70. Permintaan engkong

5K 231 8
                                    

-terdapat muatan dewasa

Pria itu masih betah mengawasi Riska yang melakukan tugasnya satu persatu. Kadang-kadang ia menyunggingkan senyum saat Riska dengan fokusnya membersihkan tubuhnya, mengganti perban di perutnya, menyiapkan obat-obatan yang akan diminum kemudian merapikan kamar.

"Lukanya udah kering Jap." Riska duduk di sampingnya setelah membantunya mengenakan kaus.

"Hmmm," sahut Fathir sekilas seraya meraih ponsel di sebelahnya.

"Lu masih minum obat ocd itu gak?"

Fathir menghentikan jemarinya yang bergerak di layar ponsel lalu meletakkan gawai tersebut di pahanya untuk menatap Riska beberapa saat. "Nggak. Sekarang lu udah jadi pengganti obatnya." Ia meraih pergelangan Riska kemudian mengusap bahunya.

"Apaan sih." Riska menahan senyum malu-malu.

Tanpa ia duga tangan Fathir langsung meremat dadanya lalu menelusup ke dalam. Memainkan putingnya. Riska terhenyak belum sempat memprotes tindakan Fathir, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.

"Nik. Udah bangun belum?" suara maminya terdengar mengalun dari balik pintu.

"Udah Mi. Sebentar." Riska bangkit menepis tangan Fathir yang masih bercokol di himpitan payudaranya.

"Ah." pekik Riska saat ia bngkit dan berbalik, tangan Fathir justru meremat pantatnya. "Lu kebangetan deh."

"Nik. Japa udah bangun?" tanya mami begitu Riska membuka pintu namun, sorot mata mami langsung jatuh pada gaun tidur yang dikenakannya.

Riska menunduk dan tiba-tiba membatu. Ia masih mengenakan lingerie yang sebelah talinya melorot karena ulah Fathir.

"Riska ganti baju dulu Mi." pamit Riska akan menutup pintunya kembali, tapi langsung di tahan maminya.

"Nggak usah. Ini sarapan buat Japa." mami langsung nyelonong masuk, menaruh nampannya di meja kemudian berkacak pinggang menghadapi Fathir yang kembali berkutat dengan ponselnya.
"Eh.Jap. Kalo masih sakit jangan keras-keras ntar malah nggak sembuh-sembuh," ucap maminya sembari mengedik ke arah Riska yang masih berdiri di pintu.

"Aman. Mi," Fathir mendongak ke maminya dan tersenyum penuh arti.

Riska yang merasa jadi subjek pembicaraan buru-buru mengalihkan."Kenapa nggak bu Yun ajah yang anter sarapannya Mi? Kalo nggak Riska juga bisa ambil sendiri."

"Nggak pa-pa. Sekalian mami pengen liat keadaannya si Japa. Yaudah mami tinggal dulu."

"Mi bentar," panggil Fathir begitu mami melangkah mendekati pintu.

"Apa?"

"Ajakin Riska ke salon dong, temenin beli baju, terus dandanin yang cakepan dikit biar nggak dekil kayak gitu."

Riska melotot di tempatnya. Apa dirinya benar-benar terlihat dekil?

"Dengerin tuh Nik suami kamu. Mami udah sering ngajakin Nonik Jap, dianya ajah yang ngeles mulu."

"Sekarang nggak bakal ngeles lagi kok Mi." Fathir yang menyahuti sembari menatap ke arah Riska yang tak bisa berkutik lagi.

"Yaudah ntar siang kamu ikut mami, biar Japa di rumah sama pembantu."

"Tapi Mi…." Ingin sekali Riska menolak karena ia tak begitu suka belanja apalagi ke salon, semua kegiatan itu tak begitu ia gemari kecuali kalau ada acara penting.

"Nggak usah tapi-tapi an," tukas  Fathir. "Atau lu mau ditemenin Sisil sama Sitha? Bentar lagi mereka bakal ke sini."

Riska tidak begitu mengenal Sisil, mungkin tak masalah, tapi kalau Sitha bisa jadi acara sehari penuh curhat tidak penting. Sebelum Riska memutuskan pergi bersama geng cewek dadakan karena hasil perkawanan dan perkawinannya dengan Fathir, mami sudah menimpalinya lebih dulu.
"Udah biar Mami aja yang nemenin Nonik."

Dunia RiskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang