41. Perasaan yang terombang-ambing

4.4K 240 4
                                    


Baru saja Riska mengunci pintu kamarnya, Fathir tiba-tiba menahan lengannya.
"Lu di sini ada dokumen-dokumen penting nggak?"

"Buat?"

"Daftar nikah."

"HA? Katanya disuruh nemuin engkong dulu di rumah."

"Iya ini abi barusan wa katanya suruh nyiapin dokumen-dokumen penting. Hari ini kalo bisa selesai semua berkasnya." tunjuk Fathir pada pesan di ponselnya ke arah Riska. Ia membacanya satu persatu dan dibuat pusing karena persyaratannya.

"Kok buru-buru banget sih. Baru ajah napas."
Riska membuka kembali pintu, masuk dan membongkar lemarinya.

"Cepetan!" teriak Fathir yang menunggunya di luar pintu.

"Iya, bawel!"

Riska tak menyangka bahwa mempersiapkan pernikahan bisa seribet ini, padahal itu hanya sementara. Ia jadi berpikir kalau untuk mengurus perceraian nanti apa juga seribet ini.

"Periksa lagi, ntar ada yang kurang!" perintah Fathir meraih map yang diulurkan Riska ke arahnya.

"Udah. Tinggal hubungin uwa ajah."

"Yaudah. Ayo."

"Eh. Jap tunggu kita kan cuma kawin bentar ya? Napa kok seribet ini sih?"

"Maunya engkong kayak gini. Asal lu tau ya, gue sih maunya lu cuma gue tiduran. Sampe cewek gue balik."

"He. Mulut dijaga tuh!"
Riska menarik kemejanya dan meremas bibir yang semalam membuatnya hampir kelimpungan karena terbayang-bayang.

"Hoi! Diliatin orang tau!"

"Bodoh amat!"

"Gue heran napa opa bisa demen sama elu ya. Udah bego, kelakuan urakan lagi."

"Eh. kalo gue bisa milih, gue mending kawin sama Jaki! Dari pada sama lu punya mulut nggak beradab!"

"Siapa Jaki? Cowok lu? Kirain nggak ada yang mau sama modelan kayak lu."

Kalau bukan karena uang dan engkong, Riska memilih untuk tidak pernah kenal dengan pria macam Fathir yang bisa merusak mood setiap saat.

"Lu tuh nyebelin banget ya!" Riska mencubit pinggangnya. Cubitan kecil yang pastinya terasa seperti sengatan. Biar tahu rasa, pikir Riska demikian, tapi tidak bagi penghuni warung Bram ketika mereka berdua tanpa sadar jadi pusat perhatian begitu jalan kaki melewatinya.

"Cie-cie. Pagi-pagi udah bikin baper yang jomblo nih!" teriak Johan seraya mengacungkan gorengan.

"Woi Bang! Jadi nggak pulang semalem?" seru Edwin ke arah Fathir.

Riska mendelik ke arahnya. Memberi isyarat supaya diam namun, sayang orang-orang yang tengah duduk santai di sana malah jadi penasaran, bahkan Riska masih bisa mendengar celetukan-celetukan mereka yang sempat membuat kupingnya panas.

"Ha? Riska dijodohin sama cucunya engkong? Yang itu? Gak nyangka engkong punya cucu cakep banget."

"Ternyata engkong itu orang kaya men. Riska kejatuhan duren kayaknya."

Dan obrolan para lelaki itu masih terus bergaung meski mereka berdua sudah berjalan melewatinya.

"Tuh para laki napa jadi hobi gosip kayak emak-emak." gerutu Riska.

"Oh jadi lu biasanya ngajakin opa nongkrong di warung kumuh kayak tadi?" tuduh Fathir begitu mereka sampai di Indomaret. Ia menghampiri si tukang parkir yang tampak tertidur di pojokan.

"Jangan sekate-kate lu Jap! Kagak usah gue ajakin, engkong emang demen nongkrong di sono!"

Dengan kesal Riska menendang pintu mobil di sisinya sebelum ia masuk. Alarm langsung berbunyi cukup kencang.

Dunia RiskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang