34. Perjanjian

5.1K 233 2
                                    

Dan sampailah di bagian yang jadi blurb cerita :)
Semoga kalian masih kerasan-kerasan ajah ya di sini.
Yuk langsung baca partnya di bawah ini.

🌠

Sudah hampir 3 hari Riska tidak pulang ke kosannya, hanya pagi sekali ia ke sana untuk mandi dan berganti pakaian. Ia habiskan malam itu di sudut parkiran basement, berbincang beberapa kali dengan keluarga pasien yang kebetulan lewat dan menjadi saksi pergantian shift petugas keamanan di pagi buta.

"Semoga lekas sembuh ya Mbak engkongnya. Saya permisi pulang dulu." pamit seorang security dengan ramah.

"Makasih ya pak sudah nemenin saya semalaman di sini."

"Sama-sama Mbak. Mari."

Setelah apa yang ia dengar dari Fathir bahwa engkong hidupnya tidak lama lagi, Riska jadi terombang-ambing sebetulnya ia tak terlalu ingin masuk dalam masalah keluarga mereka, tapi ia juga butuh uang. Karina sudah berulang kali menghubunginya bahwa pertemuan berikutnya tak jauh dari kampung mangga. Riska cukup menyiapkan sejumlaha uang, sementara Dimas sudah tak terlihat menerornya.
Mungkin lebih baik dirinya menerima tawaran Fathir.

Di ruang kerja gelap dan sepi, memojok kembali dirinya menatap layar laptop dengan hampa. Merasa terkatung-katung di tengah kebimbangan. Apa yang menyudutkannya tak lagi merisaukan justru tawaran yang ia terima menghantamnya habis-habisan atau dirinya yang terlalu berlebihan?

Ringggg...

Riska mengangkat telepon di meja. Suara sesesorang yang ia kenal menyuruhnya untuk segera menghadap ke ruangan.

"Masuk." sahut sebuah suara dari dalam begitu Riska mengetuk sekali pintu di depannya.

"Duduk." perintahnya, sementara Riska masih belum menunjukkan tanda-tanda ingin mengeluarkan sepatah kata.

Fathir mengeluarkan secarik kertas dari laci lalu menyodorkan ke arah Riska. "Lu baca seksama, kalo ada yang nggak paham tanyain sebelum lu tanda tangan di atas materainya."

Judul yang ditulis dengan huruf bold di secarik kertas tersebut membuatnya terperangah. 'PERJANJIAN ISTRI BAYARAN'

Kenapa Fathir sampai melakukan hal ini, menulis perjanjian?
Selanjutnya Riska membaca setiap poin di sana yang secara garis besar bahwa di antara kedua belah pihak tidak boleh ikut campur masalah pribadi. Bagus itu pikirnya. Ia beralih ke poin lain, 'tak ada hubungan suami istri yang sesungguhnya'. Kali ini ia dibuat mendongak.

"Nggak ngerti yang mana?" tanya Fathir lebih dulu.

Riska hanya diam namun, tangannya menunjuk poin yang dia ingin penjelasan lebih.

"Oh, itu artinya nggak ada hubungan intercourse. Paham? Gue masih bisa nyentuh lu, tapi nggak lebih dari itu."

"Gue harap lu nepatin semua yang tertulis di sini."
Riska meraih pulpen di sisinya lalu menandatangani perjanjian tersebut.

"Lu beneran nggak bakal ngelakuin itu ke gue kan?" tanya Riska meyakinkan poin yang membuatnya berpikir sejenak. Ia mulai mencemaskan bagaimana kekuatan sebuah kertas bermaterai di atas hubungan palsu. Riska tak mau dirugikan nantinya.

"Tenang ajah. Lu itu cuma pancingan. di situ kan udah tertulis, lu punya tugas cuma bikin gue on. Selebihnya gue bakal ngelakuin sama calon istri gue ntar."

Riska diam, tentu dia tidak berharap hal itu sampai terjadi. Dia hanya menjaga perasaan seseorang di luar sana.
Ajakan menikahnya beberapa hari yang lalu mungkin candaan, tapi bagaimana kalau pria itu mendengar dirinya menerima sebuah tawaran perjanjian pernikahan sementara?
Riska menghembuskan napas dan menatap ke jendela yang tertutup gorden.
Oh, perempuan macam apa dirinya.

Dunia RiskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang