42. Di rumah calon mertua

4K 222 4
                                    


Mobil yang ia tumpangi berhenti di sebuah rumah bertingkat dengan pagar besi yang tidak begitu tinggi sehingga menampilkan taman di baliknya. Tak tampak terlalu elit untuk ukuran rumah konglomerat—itulah saat ini yang dilihat Riska. Ia turun dan mengamati bagian depan mobil putih sport yang baru diparkir pemiliknya tersebut, cukup mahal. pikir Riska.

"Ngapain lu? Ayo masuk!" seru Fathir yang mendapati Riska masih agak berjongkok memperhatikan mobil lalu beralih ke rumah di depannya.

"Gue kira bakal dibawa ke kastil." sembur Riska masih melihat-lihat sekelilingnya. Ada 2 mobil lain yang di depan milik Fathir.

"Buset! Dah pada ngumpul di sini mereka." Fathir mundur tiba-tiba, menabrak Riska yang meleng juga pandangannya.

"Sialan lu Jap! Yang bener dong kalo jalan." Riska memukul bahunya.

Begitu melawati pagar dan masuk ke pintu utama, terdengarlah obrolan yang disertai tawa beberapa orang di dalamnya. Riska penasaran.

"Rame banget Jap rumah lu?"

"Gue nggak suka sebenernya kalo kumpul kayak gini. Ribet. Berisik." timpalnya yang tinggal beberapa langkah lagi mendekati  pintu ruang tamu.
Tanpa diduga seorang remaja cewek berlari menyongsongnya sembari berteriak—bukan menyongsongnya lebih tepatnya Fathir.

"Bang Japa!" teriaknya dengan antusiasme tinggi.
Kedua lengannya terbuka bersiap untuk pelukan yang sepertinya sangat ia damba.

"Khaila." ucap Fathir singkat.

Si cewek yang bernama Khaila kini memeluknya erat. Ia mendongak dan berucap dengan manja. "Bang, Khaila kangen."

Riska mundur selangkah, agak kaget juga. Tapi tak lama kemudian engkong meneriakinya dari dalam. "Nonik masuk sini!"

"Iye Kong!" balas Riska dengan setengah berteriak meninggalkan Fathir yang masih berusaha melepaskan pelukan Khaila.

Riska masuk dan mendapati semua orang langsung terdiam, menoleh ke arahnya. Beberapa tampak berbisik.

"Sini Nik, deket engkong!"

Riska masuk dan berjalan ke arah engkong. Memberi salam pada semua mata yang menatap penuh selidik padanya.

"Gue kenalin nih calonnya si Japa. Namanya Nonik."

"Eh. Nama saya Riska." Ia mengoreksi dengan sopan.

"Panggil ajah dia Nonik. Japa! Sini lu!"

Fathir masuk dan langsung mencium tangan opanya. Memberi salam pada semua orang yang ada di sana. Riska jadi sedikit takjub pria ini kehilangan taring di depan keluarganya.

"Japa. Lama nggak ketemu. Makin cakep ajah." seru seorang perempuan bersama dua orang anak lelaki kembar berusia 5 tahunan.
"Loh. Kenapa muka kamu itu?"

"Oh ini perjuangan dapetin dia Kak." Fathir tertawa sekilas sembari mengedik ke arahnya. Riska tak menggubris. Itu urusan Fathir dengan keluarganya.

Karena tak tahu apa yang harus ia lakukan, Riska jadi menghitung dan sedikit menghafal ciri-ciri anggota keluarga Fathir yang memenuhi ruang tamu. Seakan bisa menebak apa yang tengah dilakukan Riska, engkong menyerunya.
"Nik, kenalin satu-satu ya dari ujung sana." tunjuk engkong pada semua anggota keluarganya. Riska mengangguk.

Engkong memulai dari seorang pria seumuran abinya bernama Hasan, di sebelahnya duduk istrinya bernama Azizah, di sebelahnya lagi Khairani yang punya anak kembar tadi—si Daffa Daffi, suaminya bernama Satria dan Khaila adiknya Khairani—ABG yang memeluk Fathir tadi.

Riska kembali mengangguk-angguk meski ia yakin tak bakal langsung hafal nama-nama mereka, mungkin hanya akan mengingat wajah mereka yang  mengindikasikan etnis arab—diketahui Riska mereka dari keluarga neneknya Fathir.
Beralih ke tempat duduk berikutnya, sepasang suami istri yang dikenalkan engkong dari keluarga maminya si Fathir. Rudy adalah kakak pertama maminya beserta Tina istrinya dan seorang anak cowok seumuran Edwin bernama Jansen.

Dunia RiskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang