3.13

1K 72 0
                                    

Bunda gak angkat telpon pagi ini. Kemungkinan dapat jadwal piket. Biasanya berangkat lebih pagi biar gak telat.

Te menggeliat di kasur. Merasakan otot-ototnya meregang kemudian bangun karena wangi roti bakar yang lezat dari dapur.

"Kayaknya Bunda piket pagi, telponnya gak diangkat"

Nyuwi berbicara pada manusia setengah sadar yang berjalan seperti zombi ke meja makan. Roti untuk Te sudah siap, bekalnya juga sudah masuk tas. Nyuwi tidak ingat tujuannya membuka kulkas.

Oh, Yogurt pisang.

Ia menarik gagang pintu kulkas untuk mengambil minuman itu di dalam. Satu untuk dirinya dan satu lagi untuk Te.

Nyuwi berdiri sebentar di dekat meja. Memandangi Te mengerjapkan mata. Kadang terbuka, kadang tertutup. Sebentar lagi pemandangan seperti ini dapat ia nikmati tiap pagi.

Nyuwi terhanyut oleh pikirannya sendiri. Ia bisa saja terlambat kalau tidak segera tersadar. Kemudian buru-buru mengalungkan tas ke pundak dan memberikan kecupan pagi kepada Te.

"Aku berangkat dulu" katanya sambil berlari.

Sengatan apa barusan di pipi. Membuat mata Te terbuka lebar dan merasa bersemangat. Padahal semalam mengeluh tidak mau hari ini tiba karena tugasnya belum selesai.

.

[2 jam kemudian]

Huffh...

Te menghela napas saat keluar ruangan. Itu helaan terlega sepanjang sejarahnya bertemu dosen pembimbing. Beruntung pagi ini ia dapat menyelesaikan bagian yang dikumpulkan.

Ponsel Te berdering di dalam saku. Ia buru-buru merogoh celananya.

Bunda is calling...

"Halo, Bunda" sapanya hangat.

"Halo, Te. Bunda ganggu gak?" jawab wanita paruh baya di sana.

"Enggak, Bun" Te bergeleng meski Bunda tidak lihat.

"Nyuwi lagi sama kamu? Bunda telpon dia cuma memanggil"

Mungkin sedang kuis yang mewajibkan alat elektronik dilarang menyala. Te menyampaikan bila ia tidak sedang bersama Nyuwi.

"Kalo gitu nanti Bunda telpon lagi" maksudnya menelpon Nyuwi lagi.

"Bunda!" pekiknya mencegah Bunda menutup sambungan.

"...iya?"

"Aku mau...mau...minta ijin"

Kocak. Te seperti murid yang ingin bolos pelajaran dengan alasan yang dibuat-buat. Suaranya pun tersendat.

"Ijin apa?"

"Nikahin Hin"

"Halo...?"

Tidak adanya sahutan membuat Te menjauhkan ponsel dari telinga. Ia pikir sambunganya terputus, atau sinyal mengubah status panggilan jadi menguhubungkan.

"Oh...soal itu Bunda udah tau. Semalam Mamah ngabarin. Bunda seneng kamu minta ijin langsung. Bunda kira gak berani"

"Ow...Mamah udah kasih tau. Bunda setuju kan?" Te berbisik pada dirinya sendiri kemudian bertanya pada Bunda.

"Liat minggu depan"

"Minggu depan ada apa?"

"Bunda ke Jakarta"

Mendengar kabar tersebut, Te percaya Bunda merestui. Untuk apa jauh-jauh datang kalau tidak setuju. Mending langsung diutarakan lewat telpon.

Dipenghujung hari, Te dan Nyuwi keluar bersama untuk makan malam. Makan di restoran mewah dekat arah kosan lama Kay.

Trilogy of Us | TayNew ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang