🌼 Bagian 37

10.2K 757 31
                                    

Aku baru sadar, bukan itu jalan yang Tuhan tunjukkan kepadaku. Namun, ada hal lain yang harus aku tunggu.

- Anantha -

----------

Persiapan demi persiapan telah 90 persen selesai. Delisha dan semua pihak keluarga turut bahagia karena akhirnya hari pernikahan antara Azka dan Delisha tinggal menghitung hari. Sedangkan Azka, dari lubuk hatinya jauh dari kata bahagia.

Pagi ini rencana Azka akan dan Delisha akan pergi ke tempat di mana pernikahan dan resepsi itu diadakan. Ya siapa lagi kalau bukan Delisha yang meminta.

"Azka, kamu udah mandi?" tanya Tyas yang tiba-tiba berada di ambang pintu kamar Azka yang tidak tertutup.

"Kenapa, Ma?" tanya Azka.

"Kamu kan jam 9 nanti ke gedung, Az. Sekarang udah jam 8, jangan fokus kerja terus dong. Pernikahan kamu sebentar lagi lho, jangan main-main," papar Tyas.

Azka nembanting berkas-berkasnya kemudian melangkah kesal ke dalam kamar mandi. Tyas hanya mampu membuang napas pelan menghadapi Azka.

Beberapa menit kemudian...

Azka telah siap dengan kaos hitam polos yang dipadukan dengan setelan jaz hitam tanpa kancing. Dengan santai Ia beranjak keluar kamar menuju lantai bawah. Sepi, keadaan rumah begitu sunyi, Azka yakin jika mamanya tengah ke butik dan papanya berada kantor.

Azka menghela napasnya lega, akhirnya Ia bisa merasakan ketenangan walau hanya sesaat. Azka mendudukkan bokongnya ke sofa ruang tamu seraya membuka ponselnya membuka pesan Delisha beberapa menit yang lalu.

Ting nong!

Pandangan Azka teralih ke arah pintu utama, baru saja Ia ingin membalas pesan, ada seseorang yang menganggu.

"Bi Tari! Buka pintunya!" ucap Azka setengah berteriak.

Hening. Tak ada jawaban dari perempuan seusia baya itu, Azka berdecak kesal kemudian beranjak membuka pintu.

Ceklek

"Cari sia---"

Azka seketika terdiam, seseorang yang Ia lihatnya sekarang benar-benar membuatnya terkejut. Ada apa laki-laki bersetelan jaz rapi menemuinya pagi-pagi seperti ini?

"Maaf, apa benar ini rumah bapak Azka?" tanya laki-laki setengah baya itu.

"Benar. Saya sendiri Azka, memangnya ada perlu apa ya Pak?" tanya Azka.

"Saya dari pengadilan agama, saya ke sini untuk memberikan surat ini kepada bapak Azka."

Deg

Azka menatap surat yang diulurkan oleh laki-laki itu dengan banyak pertanyaan. "P--pengadilan?"

"Benar, Pak. Silahkan diterima!" Azka dengan ragu menerima surat yang dilapisi  dengan map bewarna cokelat tersebut.

"Baiklah, kalau begitu saya permisi ya, Pak!" pamitnya.

"I--iya, Pak. Terima kasih!"

Nikah Dadakan [ END, lengkap ✅ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang