🌼 Bagian 41

12K 718 19
                                    

Kita hanyalah manusia biasa, tak ada yang patut disombongkan, bukan?
Lantas, mengapa untuk memaafkan sesama manusia saja kita tak dapat melakukannya?

--------

Perempuan malang itu tampak menahan tangisnya di ruang tengah, Ia terus bungkam mendengarkan nasihat-nasihat dan kalimat kecewa dari kedua orang tuanya. Mulutnya tak mampu berucap, tenggorokannya terasa tercekat, bahkan untuk mengatakan satu kata patah pun rasanya begitu berat.

"Jujur, Ayah sangat kecewa sama kamu, An. Selama ini Ayah nggak pernah mengajarkan kamu untuk menyombongkan diri, bahkan menyela penjelasan orang lain. Tapi sekarang, kamu melakukan itu bahkan menuduh Azka berbuat sesuatu yang tidak dia perbuat!" Ilham menjeda ucapannya.

"Buka hati kamu, An! Lihat kebenarannya, Azka selama ini nggak enak-enak ataupun menikmati penderitaan kamu, 1 tahun lebih dia tersiksa atas hilangnya kamu, dia terus menyalahkan dirinya sampai merasa malu untuk sekedar ketemu Ayah sama Bunda. Sekarang, kamu mengatakan seolah Azka membohongi kamu hal yang besar?"

Anantha tertunduk, menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangisannya. Apakah Ia salah? Apakah keputusannya egois? Tidak! Anantha tidak merasakan hal itu.

"Ayah sampai nggak tau apa yang ada di pikiran kamu, kita hanya manusia biasa, An. Jangan menyombongkan diri kamu, yang tersakiti itu bukan kamu aja, tapi Azka juga merasakan hal itu!" papar Ilham.

Anantha mengangkat wajahnya, dan air mata itu langsung menetes ketika bertatapan dengan wajah kecewa Ilham.

"Apa Anantha melakukan sebuah kesalahan? Anantha melakukan ini hanya semata-mata untuk kebahagiaan Azka dan Delisha perempuan yang dia cintai. Apakah Anantha egois? Anantha sama sekali nggak merasa salah, Ayah. Aku melakukan ini karna aku sadar, sampai kapanpun Azka nggak akan bisa mencintai aku. Jadi, tolong hargai keputusan aku ini, dan jangan pernah minta Anantha buat merubah semua ini, karna keputusan aku sudah bulat. Anantha akan tetap mengurus sidang penceraian itu!"

Anantha beranjak dari duduknya, berniat akan meninggalkan ruangan itu. Baru saja Ilham ingin mengejar, Habibah sudah lebih dulu mencekal pergelangan tangan suaminya.

"Biarin Anantha berpikir tenang dulu, Mas. Sampai dia tau dan sadar di mana letak kesalahannya," tutur Habibah. Ilham pun hanya mengangguk pasrah menyetujui nasihat dari istrinya.

Di sisi lain, kamar dengan nuansa gelap tersebut tampak sunyi, padahal ada seseorang di dalamnya. Ya, siapa lagi jika bukan Azka. Laki-laki itu sudah 2 jam lamanya duduk termenung di bawah ranjang dengan punggung yang Ia sandarkan di sana. Wajahnya terlihat sembab, rambutnya begitu acak-acakan menandakan dirinya sangat frustasi.

Pertemuan yang Ia harapkan akan menghasilkan hubungan lebih baik, malah terjadi sebaliknya. Niat tulusnya dibalas dengan hal menyakitkan oleh Anantha. Bahkan penjelasannya pun sama sekali tak dianggap.

"Sudah cukup, An! Udah cukup kamu mempermainkan aku kaya gini. Aku memang mencintai kamu, tapi bukan berarti kamu bisa melakukan hal menyakitkan seperti ini. Selama ini aku menerima kalimat amarah, dan kebencian dari orang-orang atas perbuatanku. Tapi, aku nggak akan bisa menerima kalimat itu dari kamu, An. Perasaan aku begitu sakit melihat pancaran kebencian itu di matamu."

Nikah Dadakan [ END, lengkap ✅ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang