Wendy 💙 Irene
❤️
Irene masih terduduk diam di atas kasurnya malam ini. Hanya dengan cahaya lampu yang masuk dari celah-celah kamarnya, gadis itu bahkan tak bergerak sedikitpun.
Sebenarnya, lima belas menit yang lalu gadis itu bersama dengan seseorang yang ia cintai tapi, sialnya mereka bertengkar karena sebuah permasalahan yang Irene yakini begitu tak penting untuk dipermasalahkan.
"Sialnya, kenapa harus selalu kau yang membuat air mataku jatuh" Irene bergumam dengan air mata yang kembali keluar membasahi pipinya.
***
"Aku tidak bisa" jawab Irene dingin.
"Kenapa tidak?" Irene menoleh menatap Wendy yang berdiri disampingnya dengan tajam. Tidak habis pikir dengan pertanyaan gadis yang lebih muda.
"Kau pikir saja sendiri Wendy! Aku menunggu saat ini" pekik Irene nyaring. Yang syukurnya, saat ini dorm sepi dan seluruh member sedang diluar dengan kegiatan individu.
Wendy mengernyit marah, ia merasa tidak salah dengan pertanyaannya dan sekarang Irene membentaknya? Heck!
"Aku bertanya padamu dengan baik Irene. Kenapa kau malah membentak ku? Kau bosan padaku?" Wendy menatap Irene tajam dan Irene membalas dengan wajah merah padam.
"Kau terlalu banyak ikut campur dalam pilihanku Wendy, kita memang berhubungan, tapi bukan berarti kau dapat mengaturku sesuka hatimu" Irene menghentak sumpitnya kesal dan bangkit menuju kamarnya.
"Kalau begitu ayo sudahi saja sampai disini unnie, jika begitu kau bisa bebas dengan semua keinginanmu....
Tanpa aku mengaturmu" Irene menghentikan langkah kakinya."Baik, jika begitu, mulai saat ini kita bukan siapa-siapa" Irene melangkah cepat menuju kamarnya dan segera menghempas pintu kamarnya kuat.
"Kau sialan Wendy! Orang paling brengsek yang pernah ada di dalam hidupku!" Jeritnya kesal dan melempar lampu meja pemberian Wendy dengan kuat ke lantai kamarnya.
Wendy diluar sana hanya menatap sendu pintu kamar Irene dan memilih pergi keluar dari dorm mereka untuk menjernihkan kepalanya.
***
"Kenapa bukan kau saja yang meminta maaf?" Amber memberi nasihat pada Wendy yang masih tertunduk di atas sofa apartemennya.
"Dengar Wen, seharusnya kau tidak katakan itu padanya. Aku mengerti kau marah karena Irene tidak mendengarkan ucapan mu, tapi harusnya kau juga tahu batasan mu. Irene sudah besar dan ia pasti tahu apa yang ia lakukan, tidak perlu mengaturnya terlalu jauh hanya karena kau takut ia akan terluka" Amber menepuk bahu Wendy memberi kekuatan.
"Tapi aku sudah mengatakan kalimat pisah Lliama unnie" amber memijat pelipisnya.
"Ini akan menjadi sulit. Aku tidak tahu apa yang dapat kita lakukan, tapi mungkin dengan mencoba meminta maaf padanya, itu yang lebih penting sekarang"
"Hapus air matamu anak muda. Itu menjijikan"
***