Napas Maudy terengah. Dadanya naik turun dengan cepat. Peluhnya sudah membuat sebagian dari tubuhnya lengket. Rambutnya juga makin berantakan tapi segala aktifitas yang ia lakukan di sini—di dalam kamar salah satu hotel yang disewa secara pribadi oleh Barra—belum akan menemui kata 'selesai'.
Matanya tak ia alihkan ke mana-mana selain menatap pria yang berdiri di tepian ranjang. Sama seperti dirinya yang terengah karena kegiatan mereka cukup menguras energi.
"Kita berhenti," kata Bobby sedikit tersengal. Gila! Menggendong Maudy cukup membuatnya lelah tapi ... shit!!! Sejak kapan kebeRinaan itu ada dan muncul begitu saja?! Anak gadis orang, lho, Bobby! Berduaan di kamar seperti ini?! Kepala dan isi pemikiran Bobby lari ke mana, sih?! Tapi ... segala hal yang ia pegang teguh, luntur hanya karena sorot mata Maudy yang menggoda sekali. Menyihirnya untuk terus ada di dekat gadis yang tampak 'berantakan.' Membuatnya ingin terus melumat bibir lembur berperisa strawberry milik sang gadis. Juga matanya yang tak jua melepaskan diri dari menatap keindahan lekuk yang dimiliki Maudy
Harus kah Bobby salahkan pemilihan pakaian Maudy? Crop top yang memperlihatkan area perutnya yang rata. Belum lagi kaki yang mulus tanpa cela lantaran sang gadis memilih memadukannya dengan hot pants. Untung secuil waras yang Bobby punya bisa menghentikan semuanya.
"Iya. Kita harus berhenti." Tak jauh berbeda dengan Bobby, Maudy pun segera menyadari tindakannya. Merutuk dalam hati bagaimana bisa ia terlena hanya karena ciuman itu begitu menggoda. Sampai seluruh syaraf yang ia punya terbangun tanpa sadar. Bahkan rasanya juga Maudy ingin berteriak lantaran malu sekali saat Bobby mengangkatnya. Layaknya bayi koala besar, ia justeru mengeratkan pegangannya.
Bodoh banget!!! Maki Maudy.
Melihat Maudy tak tentu arah memandang sekitar, membuat Bobby mendekat. Padahal ia sudah menahan diri karena ranjang dan Maudy adalah godaan terbesar dalam hidupnya. Selama kurang lebih tiga puluh tahun ia menghirup napas di dunia ini, hidupnya lebih cenderung monoton. Baru kali ini ia melewati batasnya. Bukan sekadar melewati, tapi ia loncati! Benar-benar berhubungan dengan Maudy adalah sebuah kekacauan.
Kekacauan yang manis sekali.
"Maaf," kata Bobby pelan. Ia menggeser salah satu kursi yang ada di sampping ranjang. Matanya tak ia alihkan ke mana-mana selain menikmati wajah Maudy yang bersemu merah. Juga bibirnya yang agak bengkak karena ulah Bobby. Kalau ingat bagaimana semangatnya mereka berdua saling melumat, mungkin tak ada yang menyangka kalau mereka sebenarnya bergulat dengan ego masing-masing. "Maafin tindakan gue."
Maudy bukan tak menyadari keberadaan Bobby di depannya hanya saja, sungguh ia didera malu yang sangat besar. Kenapa ia bisa menyerahkan diri segampang itu? Eh ... bibirnya! Dirinya masih utuh dan ia bersyukur Bobby berhenti di saat yang tepat. Bukan karena ia tak bisa menolak juga, sih, tapi ... andai ia bisa menggambarkan bagaimana pertarungan belah bibir mereka merenggut waras yang Maudy punya.
"Oke." Hanya itu yang bisa Maudy katakan. "Lo bisa tinggalin gue sekarang."
Bobby yang masih setia menatap Maudy, tak peduli kalau sejak tadi gadis itu enggan menatapnya, menghela pelan. Ia tau ... pasti dirinya tak termaafkan. "Apa yang bisa gue lakukan untuk dapat maaf dari lo, Dy?" Kalau saja Bobby bisa memaki tangan yang kurang ajar menyentuh pipi kanan Maudy, pasti sudah ia lakukan. Yang ia tau sekarang, tangan itu juga memberi sentuhan demikian lembut juga getaran yang pasti bisa dirasakan Maudy.
Terang saja gadis itu terkesiap dengan sentuhan yang baru saja diterima namun, tak bisa ia menepis begitu saja. Justeru mereka saling menatap dan lebih lekat dari sebelumnya. Dan entah siapa pula yang memulai di mana mereka kembali bersentuhan bibir. Kali ini bukan sekadar untuk saling mengalahkan tapi kelembutan yang malah semakin membuat mereka meremang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drive Away From Me
RomanceKisahnya Maudy-Bobby Spin off dari story Bos Tampan vs Kacung Songong *** Kata orang, jangan membenci terlalu dalam. Jika bom cinta jatuh, repotnya tak tanggung-tanggung. Tapi Maudy terabas kata-kata itu. Bagaimana bisa timbul cinta kalau dibuat jen...