Sebut saja Maudy gadis tak punya malu. Tapi mau bagaimana lagi? Dirinya memang ketakutan setengah mati. Tak lucu rasanya semalamam ia harus membuka matanya dan mengawasi sekitar terutama patung di depan kamarnya itu. Lalu pagi hari yang seharusnya ia sambut dengan binar gembira sembari menentukan tujuan selanjutkan selama di Bali, harus ia singkirkan untuk tidur sepanjang waktu? Kalau hanya tidur saja kenapa harus lari sampai ke Bali, sih?
Lebih baik di kamarnya, kan?
Setidaknya malam ini ia bisa tidur dengan tenang. Kamar luas yang nyaman serta barang-barangnya sudah kembali ke tempat semula seperti saat pertama kali ia tinggali kamar ini. Ranjangnya juga sudah rapi kembali dan siap untuk ia tiduri. Jam di kamar ini pun sudah menunjukkan waktu yang cukup larut untuknya terpejam.
Tapi ...
Demi Uranus yang nun jauh di sana, Maudy tak bisa tidur!!!
Ternyata ini lebih menyeramkan ketimbang patung-patung yang ada di penginapan tadi!
Ingatan Maudy dilempar mundur beberapa jam lalu di mana Bobby benar-benar muncul di balik pintu kamarnya. Tak ada yang lebih menyenangkan bertemu orang yang membuat kesalnya selalu meruncing kecuali saat itu. Saat di mana Maudy dengan tolol bin bodohnya, justeru berlari dan memeluk erat Bobby yang tampak terkejut juga terdengar menggeram kesal karena tingkah mendadaknya ini.
Terserah, lah! Yang terpenting Maudy tak lagi terlalu takut.
"Lama banget, sih?" gerutu Maudy di sela pelukannya.
"Lama dari mana? Gue sampai enggak mikir keselamatan diri sendiri, Dy."
"Tetap aja lama!" sungut Maudy tak mau kalah.
"Salah aja gue di mata lo. Heran. Bukannya terima kasih atau apa malah dimarahi juga. Mau lo apa, sih?"
Maudy memilih tak menjawab kecuali mengetatkan pelukannya. Menenggelamkan diri pada tubuh Bobby yang memang menjulang di depannya. "Gue takut," lirihnya. Harapannya, sih, ucapan barusan tak perlu Bobby dengar tapi sepertinya tak mungkin mengingat jarak mereka yang sangat dekat ini.
"Ada gue, Dy." Belum lagi tanpa menunggu persetujuan dan Maudy sendiri tak mau menyingkirkan cara Bobby menenangkannya—meski hanya menepuk punggungnya dengan lembut tapi efek yang Maudy rasakan itu besar sekali. Ada Bobby di dekatnya sekarang sudah mampu menghilangkan segala rasa khawatir, takut, gelisah, juga hal-hal menyeramkan yang sejak tadi berkuasa di pikiran Maudy. Entah apa yang dipakai Bobby untuk melenyapkan itu semua. Mungkin tubuhnya yang memang tegap dan kekar?
"Ayo, pulang."
Ajakan itu serupa bisik yang membuat Maudy mengangguk patuh. Tanpa perdebatan berlebih kecuali masalah koper di mana pria itu tak mau repot-repot menenteng koper miliknya. Tadinya kekesalan Maudy agak berkurang tapi karena penolakan perkara koper, Maudy jadi bertegangan tinggi lagi.
"Kenapa, sih, memangnya? Biar enggak dua kali kerja, Rennes!" Maudy sudah gemas sekali dengan tingkah Bobby yang hanya menaruh koper besar miliknya itu di depan meja resepsionis. Pria itu pun memasukkan semua barang Maudy dengan buru-buru serta asal sementara Maudy sang pemiliknya saja dilarang untuk merapikan.
Katanya, "Biar cepat. Lo juga butuh istirahat, kan?"
"Nanti Pak Jo yang ambil, Dy." Bobby berusaha sekali menahan kesalnya. "Gue bawa motor. Repot kalau lo tenteng koper segitu gede."
"Tadi gue bisa," sangkal Maudy meskipun sebenarnya ia memang kerepotan. Mengimbangi tangannya yang membawa beban cukup berat pada koper serta laju motor Malik memang kendala tersendiri tadi.
"Bisa jangan banyak bantah? Gue cuma mau lo nyaman. Susah banget. Toh, Pak Jo ada di sekitaran sini." Bobby mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar tagihan sewa kamar Maudy barusan tapi ditolak oleh sang resepsionis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drive Away From Me
RomanceKisahnya Maudy-Bobby Spin off dari story Bos Tampan vs Kacung Songong *** Kata orang, jangan membenci terlalu dalam. Jika bom cinta jatuh, repotnya tak tanggung-tanggung. Tapi Maudy terabas kata-kata itu. Bagaimana bisa timbul cinta kalau dibuat jen...