Sebelum baca kelanjutan kisah maudy-Bobby, aku sarankan untuk tarik napas panjang dulu.
***
Bobby duduk dengan tenang. Sajian di depannya juga ia santap dengan penuh kenikmatan. Tak peduli di depannya dua orang wanita menatapnya dengan penuh minat. Bagi Bobby, tak ada yang lebih menyenangkan ketimbang menyelesaikan dengan segera pertemuan yang terjadi hari ini. Atas nama sopan santun, Bobby tetap mengunjungi dan menyapa sejenak tamu yang mendadak datang ke Jakarta.Katanya ... ada kunjungan ke kolega dekat.
Ya-ya-ya, Bobby cukup tau diri kolega yang dimaksud siapa.
"Kami tak tau apa ini sesuai dengan selera Nak Bobby," kata salah satu wanita yang jauh lebih tua dibanding yang duduk di sebelahnya. Senyum wanita itu terkulum manis sekali. "Tapi Raden Wicak bilang, kamu suka makanan bergaya western seperti ini."
Bobby hanya mengangkat matanya sedikit, lalu mengangguk tak terlalu menggubris ucapan barusan. Tak peduli juga kalau sang wanita tadi tampak tak terima mendapat perlakuan dari Bobby barusan. Tak lama berselang, ponselnya berdering nyaring. Bobby sama sekali melupakan tata krama di meja makan. Di mana ponselnya lebih ia utamakan ketimbang apa dan siapa yang ada di depannya.
"Ya, Pak?"
Bobby tak beranjak atau sekadar izin untuk meninggalkan mereka sejenak. Seperti sengaja memancing mata yang ada di depannya makin mengarah pada rasa tak suka. Sopan santun dalam karesidenan itu sangat penting dan paling dijaga. Tapi Bobby masa bodo.
"Oh, baik Pak. Dua jam lagi saya ke sana, ya. Pak Barra memang lagi sibuk. Maklum, Pak. Suami siaga."
Lalu tawa Bobby pecah sedikit. "Bisa saja Bapak berguraunya. Doakan saja lamaran saya diterima, ya, Pak. Nanti segera saya forward undangannya."
"Baik, Pak. Terima kasih kelonggaran waktunya."
"Nak," peringat Gladys dengan wajahnya yang lembut. Ia juga menyentuh lengan Bobby yang kini langsung mendapatkan perhatian dari sang putra. "Kamu ada urusan lain?"
"Biasa lah, Mom, kapan aku enggak sibuk. Makanya makan siang kali ini aku benar-benar enggak bisa terlalu lama." Lalu mata Bobby menatap tamunya dengan saksama. "Enggak jadi masalah, kan, Nimas dan Ndoro Putri Herti?"
Herti langsung melenyapkan kekecewaan yang ia miliki. Senyumnya makin lebar tapi juga anggukan ia beri. "Tak jadi masalah, Nak Bobby. Kami semua tau kamu pasti sibuk mengurus usaha yang lagi dirintis, kan?"
"Enggak," Bobby meletakkan cangkir minumnya. "Ini bukan usaha saya. Saya bekerja di bawah perintah orang lain."
"Lho?" Herti mengerutkan kening. "Kenapa begitu? Bukan kah kamu seharusnya lebih baik mengurus usaha yang Raden Wicak punya?"
"Seharusnya, kan?" Bobby menyeringai. "Tapi ini yang saya sukai, Ndoro Herti. Lebih nyaman."
"Sayang sekali." Herti memasang wajah penuh penyesalan. "Padahal Raden Wicak tuan tanah yang sangat disegani. Pasti beliau butuh bantuan putra satu-satunya untuk mengelola apa yang nantinya diwariskan. Benar begitu, kan, Jeng?" tanya Herti pada lawan bicaranya yang lain. Yang tak lain adalah ibu kandung dari calon menantunya ini.
Wanita berambut sedikit kemerahan dan bergelombang yang ditata apik serta pemilihan bajunya yang sangat pas, serta memancarkan aura cantiknya yang semakin membuat Herti yakin, ia berada di sisi yang tepat. Bertemu dengan Gladys juga Bobby di Jakarta sehari setelah kabar di mana Gladys menginap di salah satu hotel bintang lima di Jakarta, ia pun meminta untuk bertemu.
Tak ada penolakan sama sekali dari pihak Gladys. Wanita cantik itu menyambutnya dengan ramah. Sesekali mereka bicara mengenai kegiatan sosial yang banyak digeluti oleh Nimas. Nilai plus yang tak dimiliki Herti, yang mana dulunya sangat ditentang karena menurut wanita itu adalah kegiatan penuh kesia-siaan. Tapi ternyata sekarang berguna juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drive Away From Me
RomanceKisahnya Maudy-Bobby Spin off dari story Bos Tampan vs Kacung Songong *** Kata orang, jangan membenci terlalu dalam. Jika bom cinta jatuh, repotnya tak tanggung-tanggung. Tapi Maudy terabas kata-kata itu. Bagaimana bisa timbul cinta kalau dibuat jen...