Maudy jelas pulang dengan senyum gembira. Hatinya juga riang dan langkahnya serasa berjalan di atas awan. Ringan gitu. Padahal badannya lelah persis seperti tersisa tulangnya saja. Bagaimana tidak, selain merekam kelompok Rasha, ia justru ikut bermain bersama mereka. Tertawa bersama dan bergembira menghabiskan waktu sampai sore tiba.
Ia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Menghilangkan sisa lelah yang masih melekat di tubuhnya. Perutnya tak perlu ia khawatirkan. Bersama Joko tadi, ia makan di salah satu tempat referensi yang tak kalah enak di sekitaran Denpasar. Camilan untuk menemaninya sebelum tidur juga sudah tersediakan. Meski hanya sebatas keripik berbumbu penyedap rasa yang banyak serta soda, tapi Maudy menyukai dua penganan itu.
"Ah!" Maudy merasa jauh lebih bebas sekarang. Tak peduli ranjangnya akan lembab karena tingkah konyolnya yang merebahkan diri begitu saja hanya berbalut kimono mandi. Rambut panjangnya pun masih basah. Andai ibunya serta Regi tau kebisaannya ini pasti ocehan akan diterima sampai pagi. Untungnya mereka berjarak jadi Maudy bebas ingin melakukan apa saja sekarang.
Ponsel yang tadi ia letakkan di nakas, langsung ia sambar dan sekali lagi, foto-foto yang ia abadikan di sana ia perhatikan kembali. Terutama pada satu sosok yang ia yakini ini lah orangnya. Tersenyum sinis juga merasa konyol karena kebetulan yang sangat tak terduga terjadi dalam hidupnya. Namun ia tak banyak bertanya, berkata, atau pun sekadar mengakrabkan diri. Untuk apa? Gunanya pun tak ada. Lebih baik bermain bersama Rasha dan teman-temannya. Lebih menyenangkan.
"Ngeledekin Mas Tama, ah," katanya sembari duduk dan bersemangat sekali. Idenya memang sudah menari sejak tadi tapi ia menunggu saat yang tepat. Rasanya tak lucu dan janggal kalau mereka adu bicara di telepon serta nantinya akan dipenuhi dengan banyak tawa kalau ada Pak Jo. Sudah cukup ia tertangkap basah merindukan Bobby dan bodohnya, mulut yang ia miliki ini seolah tak bisa bekerja sama sekali.
Akan tetapi, belum juga ia sempat menggeser icon untuk menelepon Bobby, nama Regi sudah muncul lebih dulu di sana. Mencibir tapi kemudian tersenyum riang pada akhirnya itu lah yang Maudy kerjakan.
"Hai, Bebs," kata Maudy dengan nada dibuat seimut mungkin.
"Untung gue sudah siap kalau lo bertingkah aneh." Regi di sana berdecak. "Astaga! Kebiasaan lo buruk banget, ya, Dy. Kalau begitu lo bisa pusing bangun pagi nanti! Keringkan dulu rambutnya."
"Berisik!"
"Gue ngasih tau!"
"Ibu hamil dilarang cerewet dan galak. Nanti anaknya mirip Love," ledek Maudy.
"Keong Racun!"
"Apa Dinosaurus?"
Regi kembali berdecak tapi kemudian tertawa. "Kangen tau!"
"Sama. Tapi tenang, Minggu pagi gue terbang ke Jakarta. Sore kita sudah bisa ketemu. Kita ghibah bareng. Dan oiya, gue punya kabar baik!" pekik Maudy tak sabar. "Gue sudah dapat pekerjaan."
"Hah?"
"Iya. Di Djena Grup. Gue ketemu ownernya langsung dan ditawari posisi asisten manager marketing."
"Memangnya lo bawa CV? Segala macam tentang kualifikasi lo gitu? Diwawancara di tempat? Serius?"
"Please, lah. Zaman canggih. Ponsel gue pintar. Otak gue apalagi. Gue tinggal interview babak akhir. Lagi juga psikotest itu kan hanya formalitas. Gue kerjakan sambil latihan nari tadi."
"Dy, serius sedikit kenapa."
"Iya. Gue serius. Lagian lo dengar kata-kata gue enggak, sih? Itu baru penawaran. Gue masih banyak seleksinya. Gila aja gue kalau langsung bertemu owner, dia cocok, gue langsung kerja. Gue anaknya sultan memangnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Drive Away From Me
RomanceKisahnya Maudy-Bobby Spin off dari story Bos Tampan vs Kacung Songong *** Kata orang, jangan membenci terlalu dalam. Jika bom cinta jatuh, repotnya tak tanggung-tanggung. Tapi Maudy terabas kata-kata itu. Bagaimana bisa timbul cinta kalau dibuat jen...