[35] Ngemall bareng Maudy. 1

3K 666 123
                                    

Bohong kalau tak ada rasa gugup yang hadir di hati Maudy, apalagi berjalan bersama ibu dari kekasihnya. Meski obrolan mereka ringan, tapi Maudy tau, arah pembicaraan mereka di mana Gladys tengah menilai, perempuan seperti apa yang dikencani putranya itu.

Apalagi dengan konyolnya setelah mengantarkan mereka ke mall yang dituju, Bobby meninggalkan mereka berdua!!! Ditanya mau ke mana, katanya masih mengurus Somerset! Astaga, Tuhan! Andai bisa meneriaki Bobby saat itu, pasti sudah dilakukan Maudy! Ia masih memikirkan wibawa serta muka yang harus dipertaruhkan di depan ibunya Bobby.

Nanti ... nanti pasti akan ia buat perhitungan tersendiri dengan pria yang tanpa punya malu, setelah mengucapkan kata berpisah, Bobby seenaknya mendaratkan satu kecupan singkat di pipi Maudy! Ada kah tingkah Bobby yang bisa membuat Maudy lega dan tenang? Sepertinya tidak ada.

Belum lagi ia juga harus berpiki, mau jaim dan bertingkah kalem? Duh ... bukan Maudy sekali sepertinya. Tapi ... ini, kan? Meski kemarin sempat banyak bicara dengan sosok yang anggun menggunakan terusan sebatas lutut berwarna cokelat susu ini, tetap saja. Canggung rasanya kalau harus berduaan seperti ini.

"Dy, kamu suka warna apa?" tanya Gladys yang memecah lamun Maudy seketika. Kali ini kaki mereka berdua kembali menyusuri lantai demi lantai mall yang mereka kunjungi sore hari ini. Tujuan mereka random, sama seperti Maudy yang hobi keluar masuk toko. Melihat apa yang ia ingin beli, menarik matanya, atau sekadar melihat diskon yang diberikan toko pada pelanggannya.

"Ehm ... enggak ada yang lebih spesifik, sih. Tapi aku lebih dominan suka kuning dan pink, Tante."

"Masih Tante juga?" tanya Gladys di mana wajahnya dibuat tak suka. Padahal ada rasa geli di hatinya begitu mendapati keterkejutan di wajah gadis yang berjalan di sisinya. Dibalut celana jeans panjang dan dipadu kaus ketat di mana dilapisi dengan denim lengan panjang, membuat penampilan Maudy terkesan santai tapi tak menutupi pancaran menarik dari sosok bertubuh mungil ini.

"Aku ... belum terbiasa sebenarnya," elak Maudy dengan gamblangnya.

"Harus mulai dibiasakan, Dy." Gladys menepuk bahu Maudy pelan. "Lagi juga enggak ada yang salah dengan panggilan 'Mommy', kan?"

Maudy meringis saja, lalu mengangguk dengan cepat.

"Mommy justru senang banget kalau kamu enggak panggil dengan sebutan 'Tante' lagi. Buat Mommy, kamu sudah seperti anak sendiri. Mommy juga masih ingat saat kamu kecil dulu."

Meski sudah diceritakan betapa Maudy kecil katanya mengemaskan dengan rambut ikalnya yang tebal, tapi ia mana ingat. Semua ingatannya samar. Bahkan orang-orang yang katanya pernah menyapanya, menggendongnya, atau malah mengajak bermain juga ia tak ingat. Dipaksa sedemikian rupa juga ia tak bisa menjangkau bayang masa lalunya.

Masa kecil Maudy yang lekat sekali di ingatannya adalah di Jakarta. Bergulirnya tahun, ia habiskan banyak waktu di panti. Bermain dan bercengkerama akrab dengan anak asuhan Ningrum Linda Sari. Tiap kali ditanya di mana ayahnya, lugas Maudy menjawab, "Sudah pergi." Persis seperti apa yang ibunya ajarkan. Memang pada kenyataannya Katon pergi, kan? Ia belum lupakan sosok pria menjulang yang perlahan menjauh, meninggalkannya sendirian di tepi pantai.

Hanya itu yang ia ingat.

"Oiya, Mom," Walau agak kaku tapi Maudy tetap mencobanya. Hal itu lantas mendapatkan respon berupa senyum lebar dari Gladys. Matanya juga menatap Maudy penuh minat.

"Kenapa?"

"Apa dulu aku dan Bobby pernah bertemu? Masa kecil mungkin?"

Gladys tergelak. "Ehm ... Mommy lupa. Sepertinya belum pernah bertemu. Saat Mommy ketemu kamu, berarti usia Bobby itu sudah sekolah. Sudah banyak kegiatan yang harus diikuti."

Drive Away From MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang