[28] Masih kangen, ya, Dy?

2.8K 647 76
                                    

Maudy menikmati hari terakhirnya di La Joya. Esok, Bobby mengajaknya ke Gunung Batur. Katanya juga akan berpetulang bersama. Pasti rasanya seperti para pecinta alam yang bercumbu mesra dengan keindahan yang tersaji di depannya. Maudy sudah tak sabar sebenarnya tapi ia harus merelakan waktu Bobby karena ada beberapa yang harus diurus di Somerset.

"Katanya sudah selesai? Tapi kenapa masih harus ke sana lagi, sih?" Maudy maunya bersikap biasa saja, tak perlu pakai cemberut segala. Kesannya seperti pacar yang over posesif dan merasa kehilangan padahal ditinggal kerja. Toh, tempat yang Maudy tinggali tersedia banyak fasilitas yang bisa memanjakan dirinya. Kenapa juga merasa kesepian? Beberapa waktu belakangan juga dirinya menghabiskan waktu sendiri.

Tapi kali ini, Maudy tak bisa menahan dirinya lagi. Matanya membulat sempurna memperhatikan Bobby yang sejak tadi merapikan semua perlengkapan kerjanya. Mesti terlihat santai hanya mengenakan polo shirt juga celana jeans, tapi penampilan Bobby tetap terlihat oke dan berkelas padahal katanya yang ditemui adalah petinggi Somerset.

"Belum. Ini deal terakhir, Tigress," kata Bobby dengan senyuman penuh arti. "Kenapa?" Kali ini senyumannya lenyap karena melihat gadis yang duduk di tepian ranjang itu justeru menghela napas. Jadi lah ada ide usil yang mendadak melintasi kepalanya. "Masih kangen, ya?"

"Bukan gitu," Maudy mencibir. "Ngapain kangen? Kemarin juga sudah seharian main di pantai, kok."

"Terus kenapa cemberut?"

Maudy kembali memajukan bibirnya. Mungkin kalau diukur sekitar lima centi lebih maju ketimbang biasanya. "Gue sama siapa di sini? Sama Mbak pijat?"

Bobby ngakak! "Astaga! Bilang aja mau ikut? Enggak perlu sampai seperti itu, Tigress. Kalau memang mau, aku ajak. Kamu siap-siap, sana. Aku ditunggu dua jam lagi."

Tadinya Maudy seperti dipayungi awan mendung, tapi sekarang mendengar Bobby mengucapkan hal itu membuat cerah di wajahnya kentara sekali. "Asyik!"

"Padahal tadi bilangnya enggak kenapa-napa ditinggal sendiri. Mau berenang. Mau quality time sama Regi," cibir Bobby yang mana matanya terus mengekori gerak Maudy yang mengambil salah satu pakaian di dalam kopernya. Hal itu membuat gadis itu menghentikan gerakannya. Segera saja Bobby mendapatkan tatapan setajam sinar laser yang siap membelahnya menjadi beberapa bagian. "Oke-oke, boleh ikut."

"Kalau terganggu bilang aja," tukas Maudy dengan tangan dilipat di dadanya. "Ya sudah gue di sini aja. Ucapan lo mengingatkan gue apa yang harus dilakukan."

"Eh," Bobby jadinya kebalakan. Enggak gitu, Tigress. Aku becanda tadi." Bobby mendekat dan beruntung Maudy tak menepisnya. Mereka berdiri berhadapan dengan mata saling menatap dalam. "Jangan marah."

"Aku enggak marah, Mas Tama. Yang kamu bilang itu benar. Kemarin beberapa kali Regi tanya mengenai keberadaanku dan kayaknya juga ibu hamil yang satu itu tingkat keponya maksimal betul."

Bobby terkekeh. Dirapikan helai rambut Maudy yang lurus ini. Baik dalam keadaan lurus ataupun keriting, di mata Bobby gadisnya tetap menarik. Matanya sebulat boneka, bulu matanya ternyata cukup lentik, garis wajahnya juga bisa dibilang memiliki karakter tersendiri. Tapi yang membuat Bobby tak muda lupa adalah bibirnya. Bagaimana belahan di sana itu mengukir senyuman yang manis sekali tapi di saat yang bersamaan juga, bibir itu bisa mengucapkan kata-kata yang membuatnya harus berulang kali mengusap dada. Juga mengatakan kata 'sabar' yang banyak di dalam hatinya.

Meskipun itu tak berlaku lantaran bagi Bobby, membalas semua ucapan Maudy adalah kesenangan tersendiri baginya.

"Jadi enggak mau ikut?" tegas Bobby yang mana jawaban Maudy sangat lah meyakinkan; menggeleng.

"Besok juga kita sudah bersama lagi, kan, menghabiskan waktu. Gue mau stok tenaga lagi."

"Memangnya aku ngapain kamu, sih? Sampai capek gitu? Dibolak balik?"

Drive Away From MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang