[35] Ngemall bareng Maudy. 2

3.2K 605 78
                                    

Barra tampak terkejut ketika Bobby masuk ke dalam ruangannya. Bukan karena tanpa permisi, itu sudah biasa Bobby lakukan selama bekerja dengannya. Di mana-mana seorang asisten minimal mengetuk pintu terlebih dahulu, setelah diizinkan masuk, baru lah ia melangkah memasuki area ruangan. Tapi ini Bobby. Yang mana aturan itu tak berlaku untuknya.

"Ini semua sudah beres, Bos. Pihak Somerset akhirnya deal. Gue mainkan harga dasarnya aja. Kalau enggak gitu mereka enggak mau deal. Enggak mau diambil tapi proyek besar, diiambil bikin kepala gue mau copot," keluh Bobby sembari menaruh bokongnya di kursi yang ada tepat di depan meja Barra.

"Hamdalah masih utuh," seloroh Barra dengan cepatnya. Ia juga langsung menarik laporan yang Bobby berikan. Matanya segera sibuk mengamati satu demi satu lembaran yang Bobby berikan. Sedikit banyak memberi waktu untuk Bobby bersandar di kursi tadi. Dari ekor matanya, Barra bisa melihat kalau asisten slash sepupu juga sahabatnya ini terpejam. "Lo begadang?"

Tanpa perlu membuka mata, Bobby mengangguk.

"Pikirkan diri sendiri juga, lah. Jangan terlalu diporsir."

"Setelah Somerset gue cuti enggak bantuin lo."

Barra berdecak kesal. "Enggak gitu juga, Bob. Jangan gila, deh. Regi sudah mendekati hari H-nya."

Mendengar hal itu membuat Bobby membuka matanya, lalu tergelak dengan serunya. "Gue jadi Om paling ganteng sejagad pokoknya."

"Terserah!"

"Nanti gue buatkan buket masker untuk anak lo, ya."

Pulpen yang ada di depan Barra tepat mengarah pada kening Bobby. Dan voila! Tak butuh waktu lama bagi Barra mendengar pekikan sakit dari Bobby. "Bos Sinting!!!"

"Tapi gue serius, Bob, jaga kesehatan. Jangan tumbang dulu. Pekerjaan lo masih banyak."

Sembari mengusap keningnya yang ia yakin memerah, Bobby mencibir. "Iya, gue paham. Asal jangan over load ke gue."

"Sudah mulai gue alihkan, kok." Barra nyengir. "Lo tenang saja. Kita bisa fokus ke investigasi lanjutan."

"Harus." Bobby menegakkan punggung, mulai bicara dengan arah yang jauh lebih serius. "Mereka pakai jalur kotor. Gue enggak tahan sebenarnya tapi bagaimana, ya? Susah ditembus di bagian Bringharja terutama keluarga Kalawirang."

Barra menghela pelan. "Semua bala bantuan sudah dipakai?"

"Lo pikir kita main kuis who wants to be a millionaire?"

Demi Bumi yang menjadi tempat mereka berpijak, Barra ngakak! Di saat seperti ini Bobby masih bisa menanggapi dengan guyonan? Luar biasa!

"Kita billionaire di era millennial, Bob, kalau lo lupa."

Bobby mengangguk sembari mengajungkan jempolnya. "Setuju!"

"Balik lagi ke topik utama. Ada satu hal yang bisa lo lakukan sebenarnya."

Kening Bobby berkerut, matanya menatap intens pada Barra yang menampilkan seringai liciknya. "Enggak-enggak! Jangan gila, ya. Gue enggak mau melakukan hal itu!"

"Cara kotor dibalas dengan cara kotor, Bob. Ini peluang. Semua sudah kita kerahkan tapi sedikit lagi untuk bisa membuktikan apa yang kita duga, kan? Gue tau, kita sudah bisa membuat asumsi dan itu real terjadi. Tapi apa bisa kita buktikan? Enggak, Bob. Kita kekurangan bahan. Yang kita lawan ini bukan hanya Papa lo yang kolot. Tapi orang-orang di sekitarnya yang mau mengusai Om Wicak. Lo harus sadari itu."

"Tapi ... gimana Maudy? Gue enggak bisa, Barra," protes Bobby dengan raut tak suka.

"Ini hanya saran, Bob, bukan harus lo lakuin segera."

Drive Away From MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang