[13] Yang gila itu ...

3K 646 241
                                    

"Lo ke mana aja baru bisa dihubungi, Maudy?!"

Rasanya Maudy mau menjauhkan ponselnya dengan segera begitu mendengar teriakan membahana manja milik Regi. Eh ... dalam hal ini tak ada kemanjaan di sana. Bisa Maudy bayangkan betapa wajah Regi yang putih mulus itu merah padam karena marah dan menahan kesal.

Memangnya ini semua mau Maudy? Tidak lah!

Tapi bagaimana bisa ia sibuk dengan ponselnya di saat ia bercengkerama tanpa tau diri dan waktu dengan Aish? Iya, benar. Seseru itu bermain dengan gadis yang menurut Maudy kesepian ini. Terbukti dari kehebohan yang mereka ciptakan sepanjang berada di beberapa lokasi wisata yang mereka kunjungi. Meskipun kebanyakan butuh ditempuh jarak yang cukup lumayan.

Maudy berdeham sekilas sembari melirik ke arah pria yang mengemudikan mobilnya dengan santai tapi tetap fokus. Menarik napas pelan dengan embus perlahan. "Ehm ... satu jam lagi gue hubungi, ya."

"Satu jam? Lo gila?" Regi kembali memekik. "Lo di mana sekarang? Disusul Pak Jo aja! Kasih gue lokasi tepatnya."

"Rex, gue sudah besar. Enggak perlu khawatir seperti itu, lah."

"Besar? Lo gampang kesasar, Dy, kalau lupa?"

"Lo yang ceroboh kalau jalan selalu salah baca maps. Kiri dan kanan aja suka lupa."

"Tapi gue punya mulut buat nanya kita nyasar ke mana. Kalau lo, kan, bisanya marah-marah."

"Anjir ya, T-rex, bibirnya makin badas aja! Lagi hamil woi!" Pekik Maudy tak tahan. "Mana Barra? Sesekali lo harus diaduin sama laki lo biar paham kalau bicara jangan serampangan!"

"Sembarangan! Serampangan itu lo!"

"Kok, lo ngeselin ya, Rex?" Maudy tak menyangka di dalam mobil Malik pun ia masih bisa kelepasan bicara seperti ini. Sekarang ia gunakan nada yang cukup turun ketimbang sebelumnya. Tinggal mempersiapkan diri menghadapi Malik yang pastinya memiliki pandangan kalau Maudy tak pernah berubah.

Tetap Maudy yang urakan. Sama seperti saat ia masih mengenakan seragam sekolah.

"Gue benar-benar khawatir, Dy," kata Regi di ujung sana. Sama seperti Maudy, ia pun menurunkan intonasi suaranya. "Pak Jo bilang lo enggak ada di tempat-tempat yang katanya mau lo datangi."

Maudy menghela pelan. "Satu jam lagi gue telepon, ya. Enggak usah khawatir gitu. Gue bisa jaga diri, kok." Maudy nyengir. Kalau Regi ada di depannya pasti ia sudah habis kena jitak juga jeweran. Tapi percaya lah, Regi adalah orang yang memang selalu mengkhawatirkan keadaannya lebih dari siapa pun.

"Gue tunggu, ya, Dy."

Sebelum ia benar-benar memutuskan sambungan telepon itu, Maudy beberapa kali mendengarkan banyak petuah dari Regi. Sejak menikah dan sekarang hamil, wanita itu sungguh mirip Rere Herdiyanto. Cerewet! Yang bisa Maudy lakukan selain mengatakan 'iya' apa lagi? Ketimbang dirinya berdebat rasanya juga percuma. Regi selalu benar dan tak mau kalah.

"Malik, sorry," Maudy sungguh canggung jadinya begitu ia selesai bicara dengan Regi. Itu lah yang membuatnya menunda segala macam panggilan dari Regi bahkan Barra. Astaga. Regi benar-benar konyol! Masa iya mantan bosnya itu diminta untuk menelepon Maudy juga? The power of T-rex dan bucinnya Barra Herdiyanto! "Keganggu, ya?" ringis Maudy tak enak hati. Ia jadi salah tingkah sendiri.

"Enggak, kok." Malik tersenyum sembari menoleh ke spion tengah. "Aish kalau tidur macam aku, Dy. Enggak akan terganggu sama suara apa pun."

Bahu Maudy makin terkulai lemah. Ia lupa kalau ada anak kecil yang terlelap karena kelelahan seharian bermain. "Ya ampun, maaf, yaaa," kata Maudy dengan suaranya yang memelas. "T-rex kalau telepon memang begitu. Bikin hati panas aja."

Drive Away From MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang