[22] Pillow talk with Bestai

3.1K 715 151
                                    

Sebenarnya Maudy lelah dan sudah lumayan mengantuk, tapi karena sejak tadi sang ibu meneleponnya dan banyak bicara, Maudy tak bisa menampilkan wajah terpaksa di depan ibunya. Bisa-bisa ia tak lagi diakui sebagai satu-satunya putri dari Sisil Ayuwening. Yang ia miliki hanya ibunya. Maka ... senyum paling lebar lah yang Maudy berikan.

"Tapi kamu jangan sampai lupa makan, Dy."

"Mami ingetin aku makan? Enggak salah?"

Di sana sang ibu tergelak. "Mana mungkin lupa, ya. Tapi Mami kangen sambal cumi buatan kamu. Yakin kamu sebulan di Bali?"

"Ih, Mami. Maudy sudah buatkan stok padahal. Memangnya sudah habis?"

Sisil nyengir. Kentara sekali kalau dirinya tengah membual.

"Mami ngajarin aku enggak bohong tapi Mami sendiri pintar cari alasan," sungut Maudy. Ia sedikit mnerenggangkan otot tubuhnya yang kaku. Juga tanpa sadar menguap menahan kantuknya.

"Kamu sudah terlihat lelah, Dy. Ya sudah, besok Mami telepon kamu lagi, ya. Jangan lupa pakai sunblock kalau mau berjemur. Dan jangan lupa pulang bawa bule, ya."

Maudy mencibir.

"Regi bilang pulang nanti kamu bawa calon mantu buat Mami. Benar begitu?"

"T-rex aja didengerin," dumel Maudy. "Enggak guna dengarkan dia, Mi. Lagian memang tujuan aku ke Bali untuk nyari bule? Itu cuma bonus, Mi. Bonus. Kalau ada yang mau, ya ... alhamdulilah. Enggak juga enggak apa-apa."

"Enggak bule juga enggak apa-apa, kok. Kebanting juga sama kamu yang mungil itu, Dy. Lokal aja, deh. Asal ganteng. Cari yang tinggi tegap gitu, ya, Dy. Perbaikan keturunan. Jadi nanti cucu Mami ganteng atau cantik gitu. Jangan ikutin ibunya yang mungil. Siapa tau jadi foto model."

"Hih! Mami!"

Kadang Maudy lupa, ibunya kalau bicara lebih nyelekit ketimbang dirinya. Dan pada akhirnya Maudy menyadari kalau kata-katanya yang terlalu transparan berasal dari siapa.

"Ya sudah, jaga diri baik-baik di sana, ya. Jangan macam-macam. Ingat ... kamu perempuan. Punya kehormatan yang harus dijaga."

Maudy menyembunyikan ringisannya dengan senyum paling lebar di wajah. "Siap, Bos Mami."

Setelah memastikan sambungan video call itu terputus dan ponselnya kembali ke menu utama, rasa mencekik yang tadi hadir di dadanya mulai mengendur. Bagaimana tidak ia merasakan hal itu? Apa kata ibunya? Jangan macam-macam? Andai ibunya tau apa yang pernah Maudy dan Bobby lakukan? Sudah-sudah. Maudy tak sanggup membayangkan.

Niatnya ingin segera meraih bantal yang tadi terserak lalu menarik selimut. Ini sudah cukup larut dan lagi, akhir-akhir ini Maudy tidurnya di luar waktu yang sudah ia tetapkan. Persis seperti dirinya yang masih menjabat sebagai senior sales yang tengah mengejar target. Selalu tidur dalam keadaan larut. Yang ia ingat hanya target-target dan target.

Kalau sekarang?

Tidak ada, sih, tapi ponselnya kembali berdering. Di mana nama Regi muncul di layar. Penuh enggan, Maudy mengangkatnya. "Ya?"

"Ih, lo mau tidur, ya?"

"Kenapa?"

"Jangan sok enggak peduli sama gue, Dy."

"Kenapa memangnya?"

"Barra lagi nyebelin."

"Kapan laki lo waras?"

Di sana Regi berdecak kesal. "Lo bisa yang benar enggak, sih, bicaranya?"

"Lo bisa yang waras enggak, sih, tingkahnya? Masa iya lo berkhianat sama gue? Ngasih foto gue ke Barra. Oke lah, Barra aja enggak jadi soal. Dia enggak bakalan doyan ngeliat body gue yang aduhai ini."

Drive Away From MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang