1. Hubungan Ini

104K 7.1K 142
                                    

Jeya masih saja berkutat di depan laptop. Niatnya ia akan menggunakan 10 menit pertama dari waktu istirahat untuk melayani customer di olshop yang dirinya kelola. Namun, karena barang yang dijual merupakan barang-barang custom, di mana interaksi-interaksi dengan pembeli bukan sebatas pesan-proses, namun juga dialog rinci tentang desain, warna, hingga material yang diinginkan. Tentu Jeya akan menghabiskan waktu yang lama.

Usaha ini memang tak besar, tapi di istirahat ini Jeya mendapatkan keberuntungan dengan 5 calon pembeli sekaligus. Efek sampingnya waktu istirahat sudah termakan sebanyak 20 menit. Sementara perutnya sekarang sudah meronta-ronta ingin diisi. Jika Jeya meninggalkan chatting ini sekarang dan membeli makanan, yang ada calon customer-nya akan lari. Karena Jeya akan punya waktu untuk membalas pesannya lagi nanti sepulang sekolah.
Berdasar pada pengalaman menunda-nunda obrolan hanya berakhir pada pen-cancel-an.

"Gila Je, lo masih semedi aja," ujar Ferdi yang baru saja memasuki ruang kelas. Dia tak sendiri, ada Ganesh yang berjalan di belakangnya. Jeya meliriknya sekilas sebelum kembali mengetikkan balasan di atas keyboard.

"Jangan rusuh deh hater! Gue belum sukses jadi jangan sok jadi angin buat menggoncang karir gue!" ucap cewek itu memperingati cowok yang sepertinya hendak melakukan aksi rutinnya. Mengganggu Jeya.

Jeya juga tak mengerti mengapa cowok itu selalu usil. Padahal Jeya tak pernah merasa punya salah yang berarti padanya. Mungkin karena memang dasarnya anak itu tak berakhlak, Jeya seolah selalu saja salah di mata dia. Nyaris setiap hal yang berhubungan dengan Jeya, Ferdi pasti hadir sebagai tokoh penjulidnya.

"Halah jual gelang doang. Omsetnya paling nggak seberapa."

Tuh kan! Mulut lemesnya mulai beraksi lagi.

"Heh beban orang tua! Nggak malu ngomong kayak gitu sama orang yang udah berpenghasilan sendiri?" balas Jeya sinis.
Ucapan Ferdi memang tak sepenuhnya salah. Penghasilan Jeya memang belum besar, belum sanggup menolak uang jajan Mamanya. Tapi setidaknya Jeya sudah mengkredit motor matic sendiri dengan olshop itu. Meski sampai sekarang hanya menjadi penghias garasi karena Jeya takut motor itu lecet sebelum lunas.

Selain itu Jeya sudah beli kuota sendiri bahkan Skincare. Sekedar informasi Jeya memakai 10 step Skincare. Meski bukan produk seperti SK-II, kalian tentu tahu sendiri harga skincare tak sepraktis minyak telon dan bedak bayi. Jadi, sudah bisa mengira-ngira 'kan berapa penghasilan Jeya?

"Heleh sombong! Orang sombong kuburannya kosong!"

Jeya menatap Ferdi dengan sorot mata penuh bara api. "Ya iyalah! Orangnya 'kan masih hidup, ya kuburannya kosonglah!" tukasnya dengan raut seolah ingin menelan hidup-hidup.

"Eh Je, lo ngerti joke gue?" Ferdi yang sedari tadi memasang wajah songong menyebalkan itu terlihat speechless.

"Gue ngomong itu berpuluh-puluh kali di depan orang lain, malah nggak ada yang mudeng."

Jeya terdiam. Masa iya tak ada yang paham? Orang mana bisa sombong kalo udah mati. Kalo sombong berarti dia belum mati, kalo belum mati ya kuburannya kosong. Benar-benar tak ada kerjaan sampai Jeya merincikannya seperti itu.

"Itu artinya gue pinter." Jeya mengibas-ngibaskan tangannya dengan dada mengembang bangga.

"Bukan, lo nggak normal."

Jeya sudah siap melempar tempat pensil ke arah cowok itu. Namun Ganesh menahan tangannya. Jeya meliriknya dengan tatapan memprotes.

"Meski dia sahabat kamu, jangan belain terus dong." Jeya menggembungkan pipinya kesal. Tensinya sudah membuncah di kepala.

Katanya Mantan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang