"Lo ngapain di sini?"
Jeya menatap bingung. Sebelumnya ia bahkan harus mengerjap beberapa kali untuk memastikan bahwa cowok yang ada di halaman rumahnya pagi ini benar Ferdi."Udah siap? Yuk berangkat." Ferdi menyerahkan helm pada Jeya, Jeya yang masih tak mengerti tetap memilih mematung.
"Mulai hari ini, gue bakal antar jemput lo," seolah paham kapasitas Jeya, Ferdi merincikannya.
"Hah?" Mulut Jeya terbuka, syarat akan kekagetan. Jeya akui Ferdi memang tak pernah jahat padanya lagi sejak berikrar maaf waktu itu. Dia tak pernah mengganggu emosinya lagi.
Seseorang memang bisa berubah tapi dari tukang mengganggu menjadi tukang antar jemput itu terlalu mencurigakan. Maksudnya Jeya juga tak terlihat butuh bantuan, Bebi selalu menemani kok. Jadi Ferdi tak perlu sampai melakukan hal seperti ini."Selamat pagi, Tante."
Jeya tersadarkan oleh sapaan itu. Ia menoleh ke belakang dan mendapati Mamanya yang berjalan mendekat.
"Loh bukan Ganesh?" herannya.
"Iya, Ganeshnya nggak bisa jemputan, Tan," jawab Ferdi dengan senyum ramah, yang bisa dibilang ini pertama kalinya Jeya melihat sikap itu. Ternyata seorang Ferdi bisa sopan juga ya.
"Bentar, ini Ferdi 'kan? Temennya Ganesh itu?"
"Iya, Tante. Mulai sekarang saya yang antar-jemput Jeya Ganesh sibuk banget soalnya."
"Gitu ya? Pantes aja akhir-akhir ini dia nggak jemput Jeya."
Jeya hendak membuka mulut bahwa bukan karena sibuk Ganesh tak mengantar-jemputnya lagi, tapi Ferdi lebih dulu melototinya yang bisa Jeya tafsirkan sebagai ungkapan memperingatkan. Apa dia tahu bahwa Ganesh memang masih menunda kabar putus ini dari Mamanya.
"Tapi enggak apa-apa deh, Tante senang kalau kamu mau antar jemput Jeya. Sejak dia bawa motor sendiri ke sekolah, Tante selalu cemas."
Ferdi mengangguk. "Yaudah, ayo, Je. Keburu siang."
"Ehh gue belum bilang mau." Jeya melipat tangannya. Ia masih belum menemukan alasan yang tepat Ferdi mendadak baik ini.
"Udah sama Ferdi aja, lebih aman." Ratih mendorong pelan tas Jeya. Mamanya itu tak tahu seperti apa Ferdi sebelum berubah seperti sekarang. Meskipun sekarang sudah baik, yang namanya trauma 'kan masih ada.
"Hati-hati di jalan, sayang." Ratih melambaikan tangan. Jeya pun menghela napas kemudian menerima helm dari Ferdi. Ya sudahlah.
oOo
Mereka tiba di sekolah. Jeya menyerahkan helmnya lalu merapikan rambut pada jendela mobil Kepsek yang terparkir di sampingnya. Jeya sedikit bersenandung kemudian tersenyum cerah.
"Lo emang selalu seberisik itu ya, Je?"
Di sepanjang jalan Jeya pasti menyebutkan semua yang dia lihat. Mulai dari pakaian orang yang jalan kaki, makanan dalam gerobak yang didorong, bahkan sebuah toko yang catnya berubah. Ferdi sampai pusing menanggapinya.
"Berisik?"
"Bukan apa-apa." Ferdi mengalah ia tak mau berdebat di pagi ini. Masih banyak hal yang dilakukan Ganesh yang kini menjadi tugasnya.
Jeya menipiskan bibirnya. "Kenapa lo jemput gue? Lo aneh banget sumpah."
"Bukan aneh. Kalian belum bilang sama nyokap lo putus 'kan? Menurut lo akan seburuk apa pandangan nyokap lo sama Ganesh yang sekarang nggak nganter-jemput lo. Gue cuma bantuin Ganesh, jadi lo jangan kegeeran." Ferdi tiba-tiba mengingat tuduhan Rista soal dia yang naksir Jeya, ia takut Jeya juga berpikiran salah seperti itu. Hanya mewanti-wanti saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya Mantan [TAMAT]
Teen Fiction"Je, lo beneran nggak pacaran lagi sama Ganesh?" "Iya, kan gue juga udah bilang putus sama dia 30 Januari." "Terus kenapa dia masih suka perhatiin lo?" "Oh mungkin dia lupa." "MANA ADA JEYA ORANG LUPA JADI MANTAN!" Lula Thana, 7 Maret 2021 - 4 Novem...