44. Acara Malam

35.4K 4.1K 46
                                    

Jeya memakai rok tutu sebetis berwarna putih juga kaos rib lengan panjang berwarna senada. Tidak ada dress code, semua bebas memakai pakaian apa saja yang penting sopan dan nyaman. Untuk rambut, Jeya mengikat setengah lalu diberikan jepitan warna-warni yang menghiasi bagian atas kepalanya. Dengan sapuan make-up tipis-tipis, Jeya siap kembali berangkat ke sekolah.

"Cantik banget anak Mama," puji Ratih begitu Jeya menghampiri dan berputar untuk meminta penilaian akan penampilannya.

"Nggak nyangka anak Papa udah sebesar ini," Arya menimpali dengan raut terharunya. Ada rasa bangga karena Jeya tumbuh dengan baik meski dirinya tak selalu ada di samping putrinya itu.

Jeya tersenyum senang. "Iya dong, Jeyana Trinity."

"Dijemput Ganesh 'kan?" tanya Arya yang langsung ditanggapi dengan anggukan Jeya.

"Tangannya gimana?" Ratih menimpali dengan raut khawatir.

"Udah sembuh kok. Tapi buat jaga-jaga Ganesh pake mobil Ferdi, jadi nggak bawa motor."

"Bagus deh, itu lebih aman." Arya mengangguk-angguk. "Kira-kira sampe jam berapa nanti?"

"Acara habisnya jam 11-an, tapi karena panitia, mungkin bakalan agak lebih dari."

"Malam banget ya." Arya terlihat berpikir. Anak perempuannya tengah malam masih di luar tentu bukan keinginan semua Ayah.

"Nggak papa, Ganesh bakal jagain," Ratih mengingatkan suaminya bahwa Jeya punya pelindungnya sendiri. Kemudian tak lama terdengar suara derum mobil yang mendekat. "Tuh, baru aja diomongin Ganesh udah datang."

Mereka pun berjalan ke arah depan yang mana Ganesh langsung menyalami Arya dan Ratih dengan sopan.

"Titip Jeya ya Nesh," ucap Ratih seraya menepuk-nepuk bahu cowok itu.

"Iya, Tante."

Arya sedikit membungkukkan tubuhnya agar sejajar dengan Jeya. Sementara tangannya menepuk-nepuk puncak kepala putrinya itu. "Jangan bandel ya Tuan Puteri."

"Pa, aku udah gede tau, jangan panggil gitu, nanti Rista ngeledekkin lagi." Jeya memasang wajah kesal. Matanya bahkan melotot memeringatkan.

"Yang nurut ya sama Pangerannya." Namun Arya tak mengindahkan protesan anaknya. Ia justru senang membuat Jeya semakin cemberut.

"Papa!"

Arya tertawa seraya menegakkan kembali tubuhnya. Ia pun menghadap pada Ganesh. "Jagain Tuan Puterinya Om ya, Nesh."

Jeya tak merengek lagi, hanya saja sekarang ia menghentak-hentakkan kaki kesal.

"Tuh kayaknya udah nggak sabar banget buat berangkat, langsung bawa aja Nesh Tuan Puterinya."

"Pa! Aku marah ya!"

Arya berekspresi takut yang berlebihan. "Nesh Tuan Puterinya ngamuk, cepetan bawa Nesh."

Jeya menghempaskan tangannya. Wajahnya semakin ditekuk dengan bibir yang berkedut-kedut menahan kesal.

Ganesh ikut terkekeh melihat interaksi hangat itu, yang langsung ia hentikan begitu Jeya menatapnya dengan penuh pengaduan. Seperti anak kecil yang mengadu pada pelindungnya karena sudah dirundung orang-orang jahat.

Katanya Mantan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang