25. Merasa Bersalah

43.5K 4.5K 85
                                    

Jeya menyerut pensilnya dengan perlahan, berharap di percobaan keempat ini pensilnya tidak patah lagi.

"Ngapain sih Je, nyerutin pensil banyak-banyak?" tanya Bella seraya memainkan 3 pensil yang sudah berhasil Jeya tajamkan sebelumnya.

Mereka berdua kini berada di balkon kamar Jeya. Rumah Bella tepat di sampingnya. Malah bisa dibilang balkon kamar Jeya dan kamar Bella saling berhadapan.
Hanya sedikit yang tahu mereka ini teman dari kecil dan bertetangga. Karena sejak masuk SMP Bella menyuruh Jeya agar tak terlalu dekat jika di luar.

"Itu tuh buat stok, Bill."

"Ngapain nyetok, bawa aja serutannya."

"Biar langsung pake aja kalo patah."

Bella menggeleng-geleng lalu kemudian menatap Jeya yang begitu fokus pada aksinya.

"Je, lo ngehindari Rista?"

Jeya mendongak. "Eu, kelihatan ya?"

Bella menghela napas. "Kalo ngejauhin Ganesh itu masuk akal, tapi kalo Rista? Apa alasannya, Je?" Kening Bella berkerut-kerut. Bella paham betul, memutuskan untuk peduli dengan apa yang Jeya lakukan artinya siap membuat otak bekerja ekstra.

"Eu, itu. Gue nggak bisa cerita." Karena masalahnya kompleks dan banyak pihak terkait, bukan Jeya tak percaya Bella, tapi ini terlalu rumit.

"Intinya gue nggak mau bikin Rista repot."

"Repot?"

"Billa 'kan tau selama ini gue gimana."

Bella menghela napas. Jeya sebenarnya bukan anak manja, hanya orang sekitar saja yang sudah lebih dulu gregetan hingga memutuskan membantu Jeya sebelum dia melakukannya sendiri. Dan lagi seorang Jeya itu unik. Bagi penjahat dia adalah sasaran empuk, tapi bagi orang baik Jeya itu mampu menarik empati mereka, seolah Jeya ini makhluk yang harus dilindungi sepenuh hati.

"Emang udah ditanyain dia suka atau enggak direpotin?"

"Emang ada gitu orang yang direpotin malah suka?"

"Banyak, Je. Tapi gue nggak bakal jelasin maksud dan contohnya, terlalu panjang. Sekarang gue tanya lagi, lo udah tanya Ristanya belum?"

Jeya menggeleng.

"Inget, Je. Rista ini orang yang selalu ada buat lo selama ini. Nemenin lo, sabar ngehadapi semua sifat lo. Kalo lo tiba-tiba ngehindari dia, Rista pasti kecewa dan sakit hati."

Tapi Jeya tak ingin terus-terusan menjadi beban.

"Iya, terserah apa pun alasan yang nggak bisa lo ceritain itu, tapi coba bicara sama dia, tanya sama dia. Gue takut lo cuma bikin praduga sendiri."

Jeya menatap Bella. "Billa kok sekarang makin pinter berkata-kata?"

Bella menghela napas. "Pokonya lo pikirin kata-kata gue tadi." Cewek itu berdiri lalu mulai merapikan blus berendanya yang terlihat manis.

"Billa mau ke mana? Nggak mau nemenin?"

"Itu 'kan tugas Rista, makanya baikan sana."

"Terus sekarang Billa mau ke mana?"

"Nge-date."

"Loh sekarang punya pacar?"

"Pacar orang, gue masih seenggak laku itu, Je."

Bella naik ke atas pagar kemudian meloncat ke bawah.

oOo

Jeya melepas helmnya kemudian merapikan rambutnya di jendela mobil kepsek, seperti biasa. Waktu berlalu cepat, rasanya belum lama Jeya pulang dari sekolah ini sekarang harus kembali lagi.
Lalu apa kabar mereka yang selalu telat pulang, sepertinya mereka akan jadi lebih nyaman di sekolahnya daripada rumah.

Katanya Mantan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang