13. Hari Pertama Misi

42.3K 5K 250
                                    

Obatnya udah diminum 'kan?

Jeya menarik senyum, sebelum mengetikkan balasan pada pesan dari Ganesh itu.

Udah, 'kok. Tadi Mama juga pasangi plester demam lagi.

"Perasaan dari tadi senyam-senyum mulu, anak Mama nggak kenapa-napa 'kan?"

Jeya secara refleks menyentuh bibirnya.  Memastikan apa yang Mamanya barusan katakan. Ternyata benar, ia tersenyum secara tidak sadar.

"Yang lagi kasmaran emang susah ya. Heran loh Mama, padahal kalian udah lama pacarannya tapi kok masih bisa tetep manis gitu."

Kita udah putus, Jeya menyuarakannya dalam hati. Ia teringat ucapan Ganesh setelah mengantar pulang tadi. Dia bilang kalau ada apa-apa baiknya didiskusikan dulu. Takutnya yang tadi kembali terulang. Jeya sampai sekarang masih merasa bersalah karena membuat cowok itu khawatir.
Waktu itu Ganesh sudah memutuskan menunda memberi tahukan tentang putus mereka, jadi Jeya tak akan asal ambil keputusan sendiri lagi. Kalau dipikir-pikir Ganesh yang tadi cukup menakutkan.

"Udah ah main hpnya, kamu 'kan lagi sakit Je. Yuk istirahat dulu." Ratih mengulurkan tangannya bermaksud mengambil ponsel Jeya. Kalau dibiarkan Jeya bisa lupa waktu. Bukan soal chatting dengan Ganesh saja, tapi juga olshop yang dikelolanya.

"Nanti dulu....."

"Istirahat, Je." Ratih memandang Jeya lurus. Ia terlihat tak suka dengan keputusan anaknya itu.

"Mama bilangin Ganesh nanti, biar kamu dimarahin."

Mendengar nama itu disebut mendadak Jeya terdiam. Benar juga, kalau Ganesh tahu Jeya main hp dan tidak istirahat, dia pasti ngomel lagi, marah lagi. Sedangkan yang tadi saja rasanya belum seratus persen tuntas.

Melihat Jeya yang berubah jinak, Ratih pun mengambil ponsel itu. Sempat terjadi aksi saling menarik, sebelum akhirnya Jeya pasrah ponselnya disita.

"Heran Mama, masa lebih nurut sama pacar dari pada Mama sendiri."

"Ganesh kalo marah nyeremin, Ma."

"Ganesh yang super baik kayak gitu aja bisa marah? Artinya kesalahan kamu besar."

"Enggak kok, Jeya nggak gitu," bela Jeya yang tak terima, wajahnya sudah cemberut.

"Iya-iya deh, yang lagi kasmaran," ungkap Ratih yang tak ingin melebarkan percakapan lagi. Ia bergerak mematikan lampu lalu meninggalkan Jeya yang masih duduk bersandar dengan bibir mengerucut.

"Kasmaran buat yang pacaran, bukan yang mantanan. Mama kurang pinter kayaknya."

oOo

Jeya tak masuk sekolah sehari. Sakitnya tak separah itu namun tentunya membutuhkan waktu istirahat. Sore-sore Ganesh sempat datang di hari bolosnya itu. Membawa satu keranjang alpukat yang tentunya membuat mata Jeya berbinar.

Pagi ini Jeya yakin seratus persen bahwa tubuhnya sudah bugar. Dengan senyum riangnya ia berangkat ke sekolah bersama Bebi. Ganesh sebenarnya mengajak untuk berangkat bareng. Namun, wajah menyebalkan Ferdi tiba-tiba muncul di kepalanya seperti jelangkung. Seolah mengingatkan bahwa Jeya sekarang punya misi sembunyi-sembunyi bersama Ganesh untuk tak terlihat bersama di depan cowok itu. Singkatnya ini seperti penjahat cerdik yang menghindari kecerdasan detektif. Siapakah yang akan menang?

Tanpa sadar Jeya tertawa kecil. Misi ini pasti akan sangat seru. Jeya mulai membayangkan wajah dungu Ferdi yang berhasil dirinya kelabui nanti.

"Kesambet lo, Neng?" ucap Rista yang membuat Jeya terlonjak karena tepukan di bahunya yang tiba-tiba.

Katanya Mantan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang