12. Menghindar

44.4K 5.3K 231
                                    

Jeya membuang muka seraya mencebik kesal. Rasa ngantuknya mendadak hilang. Sehebat itu seorang Ferdi menghancurkan mood-nya.
Jeya ingin mengumpat, serius ini tak ada orang lain lagi yang layak menjenguknya hingga harus cowok itu?

"Kita harus ngomong, Je."

"Please deh Fer. Nggak liat gue sakit?" Apa pun situasi dan kondisinya kalau Ferdi berbicara padanya, dipastikan emosinya akan terguncang.

"Ini penting, Je. Buat lo--"

"Sejak kapan lo peduli sama gue? Ada maunya ya? Sorry, gue ogah banget ngasih apa pun sama lo," sambar Jeya. Rasa lemas karena demamnya seolah sirna

"Bisa dengerin dulu nggak, Je?" Ferdi menatap lelah, ia menarik kursi kemudian duduk di samping ranjang Jeya yang tentunya langsung diplototi raut tak setuju dari cewek itu.

"Gue sampe boongin guru buat bolos."

Jeya melipat tangan dengan wajah yang dihadapkan ke arah lain, menegaskan bahwa ia tak akan peduli akan apa pun curhatan Ferdi, apalagi merasa iba. Jangan harap.

"Ini penting, Je. Buat lo juga Ganesh," Ferdi mengulang kalimat yang terpotong Jeya tadi itu.

"Diem dulu, Je," sela cowok itu mencegah Jeya yang hendak membuka mulut.

"Lo 'kan udah tahu kalo Ganesh itu suka sama Sica."

"Hem..."

"Lo 'kan udah tahu kalo lo sama Ganesh selama ini kesalah pahaman."

"Lo ngira gue bodoh ya, Fer? Gue udah tahu itu, nggak usah diulang-ulang deh."

Ferdi mencebik. "Lo emang bodoh, Markonah," gumamnya pelan sekali. Kalau Jeya mendengarnya alamat tujuan ia datang ke sini sampai berbohong pada guru itu akan sia-sia.

"Oke gue to the point." Ferdi menarik napas dalam dengan pandangan lurus pada mata Jeya. "Jauhin Ganesh."

"Hah?"

"Tolong ngerti dong, Je," Ferdi terlihat putus asa, namun kemudian ia sadar seorang Jeyana bahkan tak akan mengerti apa yang sekarang dirinya rasakan. Bahkan jika keajaiban turun membuat dia mengerti, rasa bencinya pasti jauh lebih besar.

"Pokoknya dengerin gue baik-baik." Ferdi menarik napas lagi. Berbincang dengan Jeya sama maknanya menduelkan emosi. Perlu menyiapkan raga juga mentalnya yang kuat.

"Lo sama Ganesh udah putus, kalian nggak punya hubungan lagi. Ganesh sekarang punya target, yaitu Sica. Meskipun gue belum tahu target lo apa, tapi setelah gue lihat lo baik-baik aja, lo nggak masalah dengan tujuan Ganesh."

"Iyalah, gue pendukung tujuan Ganesh tergapai." Jeya ogah menjelaskan rincinya pada Ferdi kalau dirinya bahkan berencana mencomblangkan Ganesh dan Sica. Ferdi bukan orang sepenting itu hingga harus tahu rencananya.

"Iya maka dari itu. Gue hargai kalo lo mau dukung, tapi paling minimal gue mohon banget agar lo jauhin Ganesh."

Jauhin? Bukannya kalau Jeya menjauhi Ganesh itu artinya ia melakukan hal yang bersebrangan dengan tips itu?

Menyadari kerutan-kerutan membingungkan di dahi Jeya, Ferdi pun menspesifikan lagi ucapannya. "Maksud gue jangan terlalu deket. Kalian udah mantanan. Coba deh lo bayangin, gimana Sica mau Ganesh deketin kalo lo juga masih nempel sama Ganesh. Sica pasti ngerasa nggak enak apalagi kalian temen sebangku. Sica pasti mikir mungkin lo masih cinta--"

"Gue nggak cinta sama Ganesh!"

Ferdi mengusap wajahnya kasar kemudian menampilakan cengirannya. "Iya, apalagi faktanya 'kan kayak gitu. Cuma kalo diliat orang-orang, lo masih deket sama Ganesh, terus Ganesh deket sama Sica, Sica bakal dianggap pelakor."

Katanya Mantan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang