14. Rencana Ultah

37.4K 4.3K 70
                                    

Jeya mengambil botol kecap, dia bersenandung kecil.

Jeya menuang kecap, dia bersenandung kecil.

Jeya mengaduk isi mangkuk, dia bersenandung kecil.

Jeya mulai menyendok, dia bersenandung kecil.

Bahkan ketika Jeya mulai mengunyah baksonya, dia masih tetap bersenandung.

Ajaibnya tanpa terjadi aksi tersedak.

"Lo se-happy itu, Je?"

Jeya tersadar pada dunianya, ia berhenti mengunyah sejenak dan menatap Rista di depannya dengan raut bertanya.

Rista mendengkus. "Jangan bilang kalo lo bahkan nggak nyadar." Dia mencebik. Jeya memang sesuatu banget, satu-satunya di dunia yang Rista harap punah saja. Maksudnya wataknya, bukan orangnya. Rista bukan sahabat sebiadab itu, nggak tahu kalo sahabat kalian.

"Emang keliatannya gue happy ya?"

"Berduka cita!" sambar Rista dongkol. "Bodo amat! Sekarang lo cerita, lo habis dapet orderan partai apa gimana?" Pepatah sering bilang malu bertanya, sesat di jalan. Tapi kalo soal Jeya lain lagi, lo bertanya, lo sesat beneran.
Kalau ingin tahu tentang Jeya itu harus bertahap, sedikit-sedikit. Pokoknya cuma orang yang bener-bener tulus yang bisa tetap di sisi dia.

"Enggaklah, Ta. Tapi amin sih."

"Terus apa sesuatu yang terjadi sampe lo seneng kayak gini? "

Jeya termenung sejenak, terlihat berpikir. "Nggak ada deh kayaknya." Dia menggeleng dengan santainya.

"Jadi maksud lo sekarang manusia itu bisa berbunga-bunga meski nggak punya alasan?"

"Eu... Iya mungkin," jawab Jeya yang terlihat bingung. Sebenarnya dari awal Jeya tak mengerti maksud perkataan Rista. Happy? Siapa? Dirinya? Kenapa Jeya harus happy? Memang ada apa? 'Kan tak ada apa-apa, jadi kenapa Rista mengira Jeya happy?

"Ah gue tahu!" Rista menjentikkan jarinya. "Lo lagi jatuh cinta ya?"
Bukan sehari dua hari Rista kenal Jeya. Dia itu tipe yang isi hatinya langsung tergambar di wajah, begonya dia nggak nyadar. Dan hasil tangkapan mata Rista merujuk ke sana.

Jeya mengernyit.

"Anjir gila, ternyata lo bisa move on juga." Sudut bibir Rista mulai melebar membentuk senyumannya. "Siapa cowoknya? Gue kenal nggak?"

Jeya menarik tubuhnya ke belakang guna menjaga jarak dari Rista yang kini sudah condong padanya.

"Kenapa lo bisa mikir gitu?"

"Hari ini lo berseri-seri banget. Terus gue nggak liat lo deket lagi sama Ganesh yang bikin salah paham itu. Jadi maknanya lo udah nemu cowok baru dan move on dari Ganesh."

Jeya berkedip polos beberapa kali. Move on? Yang benar saja! Move on itu untuk yang cinta, terus memutuskan tidak cinta lagi. Lah, sedangkan Jeya 'kan tidak pernah cinta Ganesh, jadi bagaimana ceritanya move on?

"Eh lo kenapa malah ketawa?" Rista menuding jari pada wajah Jeya. Jeya menggeleng dan menipiskan bibirnya. Ah ini lucu. Bagi Jeya Rista yang terlalu merumitkan pikirannya itu sangat lucu.

"Gue nggak jatuh cinta ya, Ta."

"Halah bohong."

"Gue nggak bohong!" sewot Jeya yang tidak terima dituding seperti itu. Dia itu penjunjung kejujuran tingkat tinggi.

Rista berdecak dan menangkup dahinya. Dia salah bicara. Bukan Jeya yang bohong, tapi dia yang tidak bisa sadar.

"Lagian ya, Ta. Kalo gue langsung jatuh cinta padahal baru putus dari Ganesh, orang-orang bilang apa?"

Katanya Mantan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang