37. Dekat

40.3K 4.9K 38
                                    

Kepala Ganesh terluka diduga terkena ujung plakat, untungnya lukanya tak terlalu dalam hingga tak sampai perlu dijahit. Yang paling parah itu luka di bahu. Meski tak berdarah, benturan yang keras membuat posisi tulangnya sedikit bergeser. Untungnya Pak Anto, tukang kebun di sekolahnya itu jago dalam bidang perurutan. Beliau membenarkan kembali posisinya, namun tentu Ganesh tak mungkin langsung sembuh. Sebagai peringan agar Ganesh tak terlalu kesakitan, tangan kanan Ganesh disangga mitela supaya tak banyak bergerak.

Bu Tira, yang merupakan dokter UKS--yang sangat Jeya syukuri karena hari jadwalnya di sekolah, berjalan menjauh setelah mengobati luka di kepala Ganesh. Ia melambaikan tangan agar Jeya mendekat pada mejanya.

Beliau mengeluarkan beberapa strip obat dari dalam lacinya. "Yang ini minum sekarang. Sisanya sesuai yang ibu tulis ini ya." Wanita itu menuliskan aturan minuman pada masing-masing strip.

"Bidai kalau cuma satu ya ringan, tapi kalo sekardus Ibu juga ngeri sama rasa sakitnya," ucap wanita itu dengan wajah mengiba. "Lagian siapa sih yang nyimpen barang berat kayak gitu di atas rak yang gampang goyang, nyari-nyari celaka aja."

Bu Tira kemudian menatap Jeya dan tersenyum. "Tapi Ganesh hebat, berani ambil opsi buat lindungin kamu. Definisi cowok keren itu yang kayak gitu, Je."

Jeya mengangguk. Ganesh jelas hebat, sangat-sangat-sangat. Sekarang bahkan Jeya kebingungan bagaimana cara membalas cowok yang sudah menyelamatkannya itu.

"Jangan sampai dilepas loh, Je."

Jeya sedikit meninggikan alis tak mengerti. Namun Bu Tira langsung bangkit dan pergi keluar sebelum Jeya sempat menanyakannya.
Tapi ya sudahlah, itu tidak lebih penting daripada keadaan Ganesh. Ada obat yang tadi katanya harus diminum sekarang. Jeya pun bergegas mengambil air di bagian kiri UKS yang diberi sekat, khusus untuk menyimpan seperti gelas-gelas dan dispenser air.

Ketika kembali, Jeya melihat Ganesh terduduk sendirian. Pak Anto sepertinya sudah pergi. Jeya pun duduk di sampingnya.

"Aku tau kamu sakit, jangan maksa senyum," ucap Jeya dengan wajah yang menunduk merasa bersalah. Ganesh terluka sebab dirinya.

"Aku senyum karena seneng kamu baik-baik aja. Kamu nggak ada yang sakit 'kan?"

Jeya menunduk rasa ingin menangis yang sudah berkali-kali datang dan berkali-kali ia tolak itu kembali datang lagi.

"Hey, ada yang sakit?" Suara Ganesh terdengar sedikit panik melihat respon Jeya.

Jeya menengadah ia mengerjap-ngerjap agar matanya yang sudah berkaca-kaca itu kembali kering lagi. Padahal Ganesh yang kesakitan, tapi sisi cengengnya sulit sekali buat dihilangkan. "Nggak, aku nggak luka." Karena semuanya sudah Ganesh tanggung sendiri.

"Minum obat dulu," ucapnya mengalihkan perhatian. Jeya tahu kalau melihat dirinya menangis, Ganesh malah akan lebih memedulikan Jeya dari pada diri dia sendiri yang jelas terluka.

"Iya."

Karena satu tangan Ganesh tidak bisa digunakan. Jeya menyerahkan gelas minum pada Ganesh, sementara obat dirinya yang menyuapkan langsung.

"Udah." Ganesh mengembalikan gelas pada tangan Jeya, senyumannya terukir sangat manis. Namun rupanya hal itu tetap tidak bisa menghibur Jeya.
Tangan kiri Ganesh pun bergerak pada wajah Jeya. Ibu jarinya mengusap-usap lembut pipi cewek itu.

"Akunya nggak papa tuh, jangan sedih terus dong."

oOo

Waktu sekarang sudah menunjukkan pukul 8 malam. Jeya terlihat gundah, kepalanya hanya berisi Ganesh, Ganesh, dan Ganesh.
Tentunya karena fakta Ganesh yang tengah sakit dan dia hanya tinggal sendiri di kosan. Ganesh memang punya Ferdi, namun sampai saat ini cowok yang bahkan belum masuk sekolah lagi dan memilih meminta materi pada guru itu sudah jelas dia tidak bisa memprioritaskan Ganesh.

Katanya Mantan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang