9. Makan Malam

44.3K 5.1K 155
                                    

"Apa yang lucu?"

Ganesh menoleh dan mendapati Ferdi yang tengah menggosok rambut dengan handuk kecilnya. Masih ada sisa senyum begitu mereka bertatapan, hingga Ganesh berdeham dan menatap sahabatnya itu dengan biasa.

"Bukan apa-apa," kelit Ganesh, karena rasanya itu bukan urusan Ferdi.

"Gue liat ya, Nesh."

"Ya ngapain nanya lagi?"

Ferdi menghela napas kasar. "Dia itu Jeya, Nesh," tegasnya mengingatkan. Kalau bisa ia ingin sekali menarik telinga Ganesh dan berteriak sekencang mungkin bahwa yang barusan matanya tangkap itu benar-benar kesalahan yang tak sepatutnya terjadi.
Bahkan mungkin sebelum itu. Ketika Ganesh mengikatkan rambut Jeya, memberikan roti dan air minum, atau bahkan mungkin telat pelajaran olahraga karena menunggu Jeya. Harusnya Ganesh tak pernah melakukan semua itu.

"Iya Jeya, mantan tanpa sengaja gue, terus kenapa?"

Iya, pacaran pun bukan karena cinta, jadi kenapa harus terus bersikap manis? "Lo harusnya batasi diri lah, Nesh"

Ganesh menghela napas. "Maksudnya gue nggak boleh baik sama dia?"

"Boleh, tapi--"

"Sumpah Fer, sekarang gue berpikir tingkah lo selama ini emang karena benci sama Jeya, bukan pengen pisahin gue dari dia." Ganesh merasa sedikit kesal.

"Bukan gitu, elah. Yakali gue benci Jeya, meski dia agak lemot, dia nggak punya sesuatu buat gue benci."

"Ya terus, kenapa lo larang gue bantu dia?"

"Bukan larang bantu." Ferdi meremas anduknya gemas. Entah kenapa bisa serumit ini untuk menjelaskan situasinya. "Lo masih naksir Sica nggak sih?" Akhirnya Ferdi memilih menyebut apa yang selama ini menjadi goal seorang Ganesha Mahatma.

"Apa perlu lo terus nanya hal yang udah jelas?"

"Kalo gitu jauhin Jeya!"

Ganesh menggeleng. "Jeya nggak punya salah, lagian dia nggak bakal jadi hambatan buat gue."

"Lo hambatannya!" seru Ferdi yang sudah kepalang kesal.

"Terserah deh." Ganesh pun mengangkat bahu acuh kemudian pergi meninggalkan Ferdi yang sudah di puncak kekesalannya.

Ferdi menangkup keningnya. "Sumpah ya ini kok gue baru nyadar kalo nggak cuma si Jeya yang error." Ia menggeleng. Padahal ia hanya ingin memperbaiki kesalahan yang tanpa sengaja ia lakukan, tapi kenapa sedemikian rumit begini.

"Yang satu nggak peka keadaan, yang satu lagi nggak peka sama dirinya sendiri. Nggak nyadar kalo sikapnya itu terlalu perhatian sama Jeya. Ya emang si Jeyanya juga nggak bakal nyadar, tapi nasib orang lain yang lihat interaksi kalian berdua gimana HAH?!"

Ferdi mengacak rambutnya hingga benar-benar terlihat seperti anak kucing yang baru disiram air.

"Gimana ambil perhatian Sicanya coba?"

oOo

Jeya memasuki kelas dengan langkah riang. Semua anak sudah berada dalam kelas meski sang guru belum hadir. Dengan pouch yang digenggam tangan kiri, juga seragam olahraga dalam totebag, Jeya menghampiri bangkunya.
Totebagnya ia simpan di atas meja, sebelum berputar menghadap Ganesh.

Namun, ternyata Ganesh tengah fokus membaca buku. Jeya jadi tak tega mengganggu. Apalagi ketika melihat ke arah Ferdi, cowok itu sudah menatap tajam, mungkin memeperingatkan agar Jeya tak mengganggu sahabatnya. Duh dia ya, segitu protektifnya pada Ganesh.

Setelah putus dengan Ganesh, Ferdi memang tak mengganggunya lagi, bahkan nyaris disebut tak pernah interaksi lagi. Baguslah, emosi Jeya yang selama ini sudah terguncang karena dia bisa sedikit tertenangkan. Ya meskipun dia juga niatnya baik selama ini.

Katanya Mantan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang