43. Perasaan

36.3K 4.4K 84
                                    

"Bego."

Ferdi menatap dengan raut mencela. Sekitar setengah jam sebelum acara siang ditutup, dia datang ke sekolah. Jawabannya sudah jelas bukan karena ingin menikmati acara, namun hanya sebagai bentuk menghormati kerja keras teman-temannya. Apalagi dirinya yang tak ikut andil membantu.

Namun Ferdi tak menyangka ia malah disuguhi hal yang menggelikan, memalukan, dan juga mengesalkan di saat bersamaan ini.

"Masa iya gue harus bikin kelas khusus buat lo lagi? Parah banget sih lo anjir." Ferdi menggeleng-geleng. Sementara lawan bicaranya hanya diam seolah membenarkan semua yang Ferdi ucapkan.

"Lo paham jadi pacar yang baik, gue pikir itu berbanding lurus dengan skill PDKT lo. Ternyata nggak. Heran gue kenapa bisa gitu. Sekarang gue malah mikir, seandainya dulu nggak ada kesalahan, pernyataan lo beneran nyampe ke Sica, terus Sica nolak lo. Gue yakin lo nggak akan pernah rasain pacaran."

Ganesh melotot. Dia memang salah, tapi mulut lemes Ferdi semakin kurang ajar ternyata.

"Apa?" Ferdi mengangkat dagu menantang. Memasang wajah lebih garang. "Dulu aja kalo nggak ada dorongan dari gue, lo pasti bakal cuma mandangin Sica diam-diam. Jeya juga pasti bakal masih sekedar teman sekelas yang nggak terlalu lo peduliin."

Ganesh menghela napas. "Kesannya gue loser banget ya," ucap Ganesh dengan nada sarkas. Kalau soal meledek Ferdi memang suka tak tanggung-tanggung.

"Ini berdasarkan pandangan gue secara umum, gue nggak tau Jeya termasuk apa nggak. Tapi dibilang cemburu saat nggak ada hubungan apa pun, itu cringe banget." Ferdi menggeleng-geleng.

Ganesh mengusap wajahnya. Ia pikir dengan bercerita pada Ferdi ia akan mendapat jalan untuk kedepannya, sekarang dirinya malah semakin terpojok. Meskipun dirinya dan Jeya sudah seperti biasa lagi, karena kalimat julid Ferdi, sekarang Ganesh kepikiran bagaimana kalau Jeya hanya biasa di luarnya dan dalam hati justru ilfeel padanya?

"Lo malah bikin gue pesimis."

Ferdi berdecak. "Gue heran, kenapa lo belum juga nembak Jeya?"

"Nggak serampangan gitu, semua 'kan harus direncanain."

"Rencana?" Ferdi membeo. Ia tahu kalau Ganesh ini tipe orang yang terencana dalam hal apa pun, tapi. "Oh kalau lo emang seterencana itu lo nggak mungkin apa-apain Jeya sebelum hubungan lo jelas. Gue jadi pengen ngomong kasar."

"I-itu gue--"

Ferdi mengangkat tangannya sebagai gestur Ganesh tak perlu melanjutkan ucapannya. "Jeya beneran nggak bisa dipandang secara umum. Kalau cewek lain mungkin pada ngamuk minta kejelasan. Abis lo Nesh!"

"Gue nggak maksud nempatin Jeya di posisi yang mungkin bisa bikin orang salah paham soal dia," papar Ganesh mencoba meluruskan. Kedekatannya dengan Jeya tentu banyak yang membuat orang iri. Namun karena tak ada ikatan yang resmi, tentunya akan ada beberapa pihak yang diam-diam memandang negatif cewek itu.

"Iya sih lo emang brengsek," tanggap Ferdi dengan nada malas. "Kejelasan hubungan itu penting, Nesh." Ferdi duduk tegak dan memandang Ganesh lebih serius. "Jeya yang nggak gampar lo aja udah jadi sinyal dia juga punya perasaan sama lo."

Ganesh memandang Ferdi lelah. Temannya itu membuat percaya diri juga tidak percaya diri di saat bersamaan.

"Ya kalau si Jeyanya nyadar sama perasaannya sih." Ferdi pun kemudian tertawa.

"Lo bener-bener pengen gue ngerasa kalah sebelum start?"

"Ulu-ulu ... baperan ya sekarang."

Bukan soal baperan, tapi ... ya memang, hari ini Ganesh kacau.

Katanya Mantan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang