"Tumben sih kok Rista nggak masuk? Bukannya semalam dia nginep di rumah lo ya?" tanya Bella seraya memasukkan gulungan mie ke dalam mulutnya. Mereka masih sama-sama memakai pakaian olahraga dengan keringat menempel di mana-mana. Waktu istirahat kedua memang sebentar, namun mereka tak mau ambil resiko pingsan karena perut yang keroncongan. Meskipun dengan alasan berbeda, secara kebetulan baik Bella maupun Jeya tidak makan saat jam istirahat pertama tadi.
"Iya, tapi pagi-pagi udah pulang, katanya ada urusan," jawab Jeya dengan sedikit tidak jelas sebab mulutnya penuh makanan.
"Eh Billa juga tumben makan kayak gini, nggak lagi diet? Biasanya 'kan bawa salad."
"Nanti aja. Otak gue lagi mumet, nafsu makan jadi ngelonjak. Gue takut beneran gila kalo kelaparan." Cewek yang terkenal paling ketat terhadap asupan pada tubuhnya itu kini makan dengan gaya yang lebih bar-bar daripada kuli.
"Gara-gara pacar orang itu ya?"
Bella terdiam kemudian memutar bola mata. Sempat kesal namun cepat-cepat ia tepis karena takut malah jadi badmood dan akhirnya kehilangan nafsu makan. Sayang juga, mie-nya masih banyak.
"Lo juga tumben kalem, nggak terang benderang kayak biasanya."
Setelah selesai istirahat pertama Jeya memang terlihat seperti orang normal. Kalem, tak terlalu banyak tingkah, tak banyak menghasilkan hal ceroboh karena lebih dominan diam. Ya pokoknya kita sama-sama tahu bahwasanya jika Jeya menjadi orang normal artinya ada sesuatu yang terjadi.
"Eu ... gue emang kenapa?"
Kalau yang di depannya Rista pasti sudah bersungut-sungut, namun karena ini Bella, dia lebih pengertian.
"Ada yang nyakitin lo?"
"Nggak."
"Ada yang ngomong kasar sama lo?"
"Nggak."
Bella terlihat berpikir, mencari opsi yang lain. "Perasaan lo nggak nyaman?"
Jeya terdiam. "Eu ... sedikit."
"Sejak kapan ngerasainnya?"
Jeya menghela napas. "Aneh ya, Bill. Padahal gue seharusnya ngerasa lega. Tapi setelah beresin suatu masalah gue malah ngerasa gini."
Bella tak tahu soal permasalahannya. Ia hanya bisa meraba-raba dan melihat secara general. "Mungkin penyelesaian masalahnya bukan sesuatu yang lo harapin."
"Enggak kok, gue pengen masalah ini beres dari dulu."
Bella menyimpan sumpitnya, lalu sepenuhnya memberikan atensi pada Jeya. "Siapa sih yang nggak pengen masalahnya beres. Tapi terkadang Je, solusi itu berupa sesuatu yang bukan kita inginkan."
"Jadi maksudnya ada hal lain yang gue inginkan dan itu bukan yang terjadi sekarang?"
"Iya. Lo bisa pikirin baik-baik nanti kalo misalnya sekarang masih bing--"
"KAK JEYA!"
"--ANJING!" Bella secara refleks menutup mulutnya. Ia pun menampilkan wajah kaget, tak mengira umpatan seperti itu baru saja keluar dari mulutnya.
Bukan hanya Bella, Jeya pun terlihat sama Shock-nya. "Bella, berubah lagi?" ucapnya dengan nada mencicit.
Bella menggeleng-geleng cepat. Bukan hanya membantah kalimat Jeya namun juga menekankan bahwa dirinya tak mau seperti itu.
Bella menarik napas dalam kemudian menghembuskan secara perlahan. Ia menenangkan diri sebelum menarik senyuman dan menatap pada anak yang tadi membuatnya terkaget.
"Ada apa ya, Dek?" tanyanya ramah. Dengan senyum manis.
"Oh hai, Kak. Maaf barusan bikin kaget." Jola, anak itu tersenyum polos kemudian duduk di sampingnya Jeya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya Mantan [TAMAT]
Teen Fiction"Je, lo beneran nggak pacaran lagi sama Ganesh?" "Iya, kan gue juga udah bilang putus sama dia 30 Januari." "Terus kenapa dia masih suka perhatiin lo?" "Oh mungkin dia lupa." "MANA ADA JEYA ORANG LUPA JADI MANTAN!" Lula Thana, 7 Maret 2021 - 4 Novem...