Keikhlasan Cinta 24

1.1K 89 2
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

_____

Jangan paksa aku untuk mencintaimu, karena hatiku tidak bisa dipaksa untuk berhenti mencintainya.

_____

"Iya, aku percaya kok kalau kamu nyaman sama aku," ucapku dengan percaya diri, "sebagai teman," pungkasku lantas melanjutkan kembali langkahku.

Sejujurnya pikiranku sudah tidak bisa diajak untuk positif thinking. Aku hanya takut dia benar-benar mencintaiku sedangkan aku juga tahu diri bahwa aku tidak bisa dipaksa untuk mencintainya. Kalimat itu terus saja berputar di pikiranku dan enggan untuk berhenti.

Malam ini, keluarga Arshaka memang disuruh Abi untuk menginap semalam. Ternyata itu bukan keputusan yang tepat, aku malah terjebak pada pikiran yang terbang kesana kemari. Perasaanku menjadi tidak menentu. Padahal aku sama sekali tidak memberikan rasa nyaman kepadanya, aku hanya melakukan sebagaimana menghormati seorang tamu. Tapi dia ... menganggap lebih.

Segera kubuang pikiran itu saat aku sudah merebahkan tubuhku di kasur. Aku berusaha memejamkan mataku, tapi bukannya malah tertidur, otakku menjadi traveling kemana-mana. Lantas aku kembali duduk dan meneguk air putih yang kubawa tadi.

"Tenang, Ra. Kamu nggak boleh berpikir yang aneh-aneh. Tetap positif thinking," gumamku.

Aku kembali merebahkan tubuhku dan menyelimutinya. Berkali-kali aku membenarkan posisi tidurku, namun mataku masih enggan untuk terpejam. Akhirnya aku menyerah, aku tidak bisa tidur lagi. Saat melihat jam, ternyata masih pukul dua dini hari. Lantas aku melenggang ke kamar mandi untuk berwudhu lalu melaksanakan salat tahajud.

Seusai salat tahajud, aku bingung harus kenapa lagi. Mataku sudah terlalu terbuka dan sulit untuk tertutup lagi. Akupun membuka Al-Qur'an dan membacanya, setidaknya membuatku terasa tenang dan damai.

Tepat pukul tiga dini hari, aku mengakhiri bacaanku. Akupun melenggang menuju ke dapur untuk mengembalikan gelas tadi. Namun saat aku melewati kamar tamu, terdengar suara seseorang sedang membaca Al-Qur'an. Suaranya sangat indah dan menyejukkan.

Aku mengintip sedikit siapa pemilik suara itu. Lagi pula, pintu kamarnya terbuka sedikit jadi aku berniat untuk melihatnya. Aku terbelak saat melihat ternyata pemilik suara itu adalah Arshaka. Tanpa kusadari, bibirku mencetak senyum yang mengembang. Saat tersadar, segera aku melanjutkan langkahku ke dapur.

"Kalau ada perlu, nggak usah pakai ngintip-ngintip kaya maling," cetus seseorang membuatku terkejut dan hampir saja menjatuhkan gelas yang kupegang.

"Siapa juga yang ngintip?" tanyaku acuh.

"Kamu pikir saya nggak tahu? Nggak usah pura-pura nggak tahu." Arshaka, laki-laki itu sedang duduk memperhatikanku dari meja makan.

"Kamu terpesona sama suara saya, kan?" lanjutnya sambil menaik turunkan alisnya. Saat itu juga ingin sekali aku menerkamnya.

"Idih, pede boros. Siapa juga yang terpesona? Suaramu biasa saja." Tentu saja aku berbohong, karena aku mengakui jika suaranya benar-benar bagus.

"Saya tidak semudah itu percaya sama kata-katamu, Nayyira Huwaida Husna," katanya sambil tersenyum sok manis dihadapanku.

"Itu urusanmu mau percaya apa tidak, kenyataan emang gini," balasku.

[AU2] Keikhlasan Cinta✓ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang