Keikhlasan Cinta 31

1.1K 91 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

_____

Aku tidak pernah menyalahkan takdir, tapi aku menyalahkan diri ini atas rasa yang pernah hadir.

_____

Aku meratap senja di sore hari. Indah, tapi hanya sekedar menyapa, tidak menetap selamanya. Ya, karena keindahan itu tidak ada yang bertahan lama, semua terasa sangat cepat. Hatiku masih sakit dengan harapanku yang terlalu tinggi ini. Aku hanya bisa menangis dikala sepi.

Air mataku enggan berhenti, dia tidak lelah seperti hati yang tidak pernah lelah mencintai. Dadaku terasa sangat sesak, berat menerima takdir ini. Tapi percayalah, aku tidak menyalahkan takdir, ini sudah ketetapan dari Allah untukku. Aku hanya benci kepada diriku sendiri, kenapa aku begitu berharap? Tahukah, siapakah pembunuh terkejam di dunia? Ya, harapan yang terlalu tinggi.

Senja kian memudar hanya menyisakan kenangan. Aku lelah dengan air mata ini, aku benci dengan harapan ini. Kenapa rasa ini masih tetap ingin bertahan? Adzan magrib berkumandang, membuatku kembali masuk ke kamar setelah melihat senja di balkon.

Aku membasuh muka agar terlihat fresh. Setelah itu, aku bersiap-siap untuk pergi mengaji. Tapi aku takut, jika aku bertemu dengan Atha. Jujur, aku belum siap bertemu dengannya. Aku takut, air mata ini tidak bisa dibendung lagi saat melihatnya.

Setelah siap, aku langsung menuju ke pesantren. Sesampainya di gazebo, aku melihat Rina menghampiriku. Mataku sudah mulai memanas. Aku tidak bisa menyembunyikan apapun dari Rina. Seketika itu, Rina memelukku erat membuatku benar-benar tidak mampu untuk menyembunyikan air mataku.

"Kamu kenapa?" tanya Rina khawatir.

"I'm fine. Aku mau ke toilet sebentar," ucapku lalu berlalu dari hadapan Rina.

Tampak Rina mengejarku. Aku kembali membasuh wajahku di wastafel toilet. Air mataku berbaur dengan tetesan air. Setelah air mataku mulai mereda, aku menyudahi membasuh wajah.

"Don't cry, Ra," kata Rina sambil mengusap punggungku.

"Aku nggak nangis," balasku sambil tersenyum lebar.

"I know if you crying now," ujarnya. Aku hanya tersenyum, tidak membalas apapun.

"Aku nggak kelihatan abis nangis, kan?" tanyaku saat kami berjalan keluar dari toilet.

"Bisa-bisanya tanya gitu. Nggak kelihatan," jawab Rina, lalu aku memperlihatkan deretan gigiku.

"Nggak usah tersenyum di balik lukamu, Ra," tegur Rina.

"Aku nggak terluka, kata siapa?" kataku semakin melebarkan senyumku.

"Senyum palsu," gumam Rina.

"Udahlah, ini masalahku, Rin. Ini tanggunganku, biar semua orang hanya tahu senyumku, bukan dengan kesedihanku." Aku menatap Rina lekat.

"Kamu hebat, Ra. Kamu sahabat terkuat yang pernah aku temui," puji Rina. Aku hanya tersenyum.

Aku kembali duduk di gazebo sambil menunggu teman-teman yang lain datang. Tidak lama, teman-temanku datang bersamaan dengan itu hal yang benar-benar tidak kuinginkan hadir. Ya, aku melihat Atha dari kejauhan.

[AU2] Keikhlasan Cinta✓ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang