Keikhlasan Cinta 30

1.3K 92 7
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

_____

Sebenarnya bukan dia yang menyakiti, tapi harapanku yang terlalu tinggi.

_____

Hari bergulir begitu cepat. Tidak terasa hari-hari telah terlewati begitu saja. Tentunya dengan hal-hal yang mungkin tidak akan terlupakan. Di setiap detiknya, kejadian demi kejadian terus tertorehkan. Mungkin kejadian yang lalu tidak dapat diulang kembali. Hanya ada tiga jalan, hanya dikenang, dilupakan atau diperbaiki lagi.

Dua bulan ini aku merasa senang. Selama itu juga, momen-momen kebersamaanku dengan Atha akan menjadi hal yang terus kukenang. Bersamanya aku merasa nyaman dan aman, seperti ada ketenangan saat berada di dekatnya. Aku juga tidak tahu, apakah kebahagiaan ini hanya sementara atau selamanya.

Selama aku dan Atha menjadi panitia di pesantren, selama itu juga aku lebih dekat dengan Atha. Hatiku pun sudah kuat tidak ingin menjauh darinya, malah yang ada ia semakin ingin terus berada di sampingnya.

Siang ini aku ada janji dengan Rina. Aku ingin bermain ke rumahnya. Sudah lama sekali sejak aku sibuk menjadi panitia, sama sekali aku tidak ke rumahnya. Sebenarnya hanya sekedar refreshing saja.

Saat sampai di gang rumah Rina, aku menoleh ke arah rumah Atha. Sepi. Aku tidak kaget lagi, karena memang penghuni di rumah Atha jarang sekali keluar rumah. Hanya beberapa meter saja dari rumah Atha, aku sudah sampai di rumah Rina.

"Lama ya, aku nggak ke sini?" tanyaku saat sudah berada di dalam rumah Rina.

"Kamu sibuk terus, nempel Atha terus," ujarnya.

"Nggak nempel juga ketempelan, Rin. Kalau nggak nempel, gimana mau kerja sama? By the way, cuma sekedar kerja sama kok. But, that make happiness," kataku.

"Iyalah, happy kerja sama dengan orang yang dicintai. Tapi sekarang udah selesai, kan?" tanyanya.

"Udah, sih. Next project, I hope will be working with him again." Senyumku selalu tersungging saat membahas tentangnya.

"I pray for you," balas Rina.

"Tadi aku lewat rumahnya sepi," ucapku.

"Udah biasa. By the way, can I ask you a favour?" pinta Rina.

"Apa? Jangan berat-berat, ya, karena mencintainya udah berat. So, jangan nambah beban lagi." Aku tertawa setelah mengucapkan kalimat itu.

"Bantu aku masak, nanti makan bareng. Gimana?" tawarnya.

"Kalau itu aku mau banget, sih." Rina menatap sinis lalu kami tertawa bersama. Siapa yang mau menolak makanan dikala lapar?

Rina mengajak memasak nasi goreng dan mie samyang. Kami berkutat dengan alat dapur masing-masing. Kami membagi tugas, aku masak mie dan Rina memasak Nasi.

"Oh iya, Atha jadi nikah kapan?" tanya Rina sambil memasukkan irisan bawang merah.

"I don't know, Rin. Atha nggak ada cerita apapun selama ini," jawabku disela-sela membuat jus.

"Emang jadi sama Mira?" lanjutku.

"Nggak tau juga. Keluarganya itu hidup dengan sangat tertutup, Ra." Rina menjawab.

"I've feeling of him will be marriage soon," balasku.

"Sampai kapan, sih, dia akan menunda-nunda. Padahal itu hal baik, dia juga mengerti agama, kan? Kalau aku mempunyai perasaan itu sih," lanjutku.

[AU2] Keikhlasan Cinta✓ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang