Epilog

3.7K 139 8
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

_____

Hingga pada akhirnya, kita menjalani takdir ini masing-masing. Kamu tidak ditakdirkan untukku. Dan begitupun aku juga tidak ditakdirkan untukmu. Selamanya, aku dan kamu tidak akan pernah menjadi kita.

______

"Mama, kita jadi ke rumah nenek?"

Suara anak balita yang berusia empat tahun itu membuatku menoleh ke arahnya. "Iya, besok kita pulang ke Indonesia," jawabku. Dia tersenyum girang.

"Kita nggak pulang ke sini lagi, Ma?" tanyanya lagi. "Nggak sayang, nanti kita liburan ke sini lagi," jawabku. Dia mengangguk lalu melanjutkan bermain.

Tiba-tiba sebuah tangan kekar melingkar di pinggangku membuatku terkejut. Aku menggeliat berharap tangan itu terlepas, namun nihil tangan itu semakin erat. Aku hanya pasrah sambil melanjutkan sesi mencuci piring. Sejurus kemudian, seseorang pemilik tangan itu menopangkan kepalanya di bahuku.

"Sayang," panggilnya.

"Iya, kenapa?" Bukannya menjawab, dia malah menciumi pipiku berkali-kali.

"Ih, udah Shaka, malu dilihatin Syifa," tegurku.

"Syifa nggak lihat," ujarnya.

Aku dan Arshaka melangsungkan pernikahan satu minggu setelah dia melamarku. Pernikahan kami digelar di Jerman, karena mengingat padatnya jadwal kuliah kami. Aku mengira tidak akan bisa mencintai Arshaka secepat itu. Pada awalnya memang aku hanya menyukainya karena kebaikannya kepadaku, tapi cinta itu datang setelah pernikahan terjadi.

Tidak terasa enam tahun sudah aku membina rumah tangga bersamanya. Suka dan duka kita lalui bersama. Hingga dua tahun kami menikah, barulah kami dikaruniai seorang anak. Namanya Assyifa Carla Almahyra Putri Arshaka. Aku sengaja menamainya Assyifa yang artinya penyembuh, karena dengan adanya dia luka yang ada dihatiku sembuh seketika dan aku berharap dia adalah penyembuh lukaku yang selanjutnya.

"Makasih ya, sayang," ucap Arshaka. Aku menghadap kearahnya. Aku menatap manik matanya dengan dalam. Mungkin banyak sekali kalimat yang dipendendamnya, tapi lewat sorot matanya aku mengerti jika dia mencintaiku setulus hati.

"Aku juga makasih. Kamu adalah obat di kala sakitku, mau menerimaku meski dulu hatiku tak sepenuhnya untukmu. Meski kamu bukan cinta pertamaku, tapi kamu adalah cinta terakhirku, cinta yang akan mengantarkan ku menuju surga-Nya." Aku menempelkan keningku di keningnya hingga aku bisa merasakan deru nafasnya. Tanpa kusadari, tiba-tiba Arshaka memiringkan sedikit kepalanya. Aku hanya memejamkan mata, pasrah dengan apa yang akan dilakukannya.

"Mama sama Papa ngapain?" teriak Syifa membuat kami gelagapan dan berbuat seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Aku menahan tawa saat melihat wajah Arshaka yang kesal.

"Loh, kok Syifa ke sini, ada apa?" tanya Arshaka sambil berjongkok menyamai Syifa.

"Syifa haus, Pa. Dari tadi Mama dipanggil nggak denger. Tadi Papa mau ngapain Mama? Mau makan Mama?" ucap Syifa dengan polosnya. Aku tertawa kecil sambil mengambilkan air putih untuk Syifa. Arshaka hanya menunjukkan deretan giginya.

"Nggak, masa Mama mau dimakan? Tadi Mama bau, belum mandi." Sontak aku mencubit lengan Arshaka keras hingga mengaduh kesakitan.

[AU2] Keikhlasan Cinta✓ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang