بسم الله الرحمن الرحيم
_____
Terkadang masa lalu membuat trauma untuk melangkah, tapi jadikanlah masa lalu sebagai pengalaman untuk sebuah masa depan.
_____
Sekitar tujuh belas jam dibawa terbang oleh burung besi, akhirnya aku sampai di Bandara Internasional Hamburg (Flughafen Hamburg). Aku keluar jari jalur internasional, lalu melihat ke arah kanan dan kiri tapi tidak melihat seseorang yang menjemputku. Di Jerman sekarang hampir pukul sebelas malam, jadi pastinya aku juga sedikit takut di sini. Sorot mataku tertuju saat melihat seseorang melambaikan tangan ke arahku. Aku tersenyum, lantas menghampirinya.
"Baru datang, kan?" tanya orang itu setelah jarak kami berdekatan. Aku mengangguk menjawab pertanyaannya.
"Shaka, terus aku mau kamu bawa ke mana?" Ya, Abi menyuruh Arshaka untuk menjemputku di bandara.
"Udah, ayo! Aku mau bawa kamu ke pelaminan."Aku reflek memukul lengannya dengan tas kecil yang kubawa hingga membuatnya mengaduh kesakitan.
"Sakit tau," ujarnya. Aku tidak mengindahkan perkataannya.
"Ayo cepet bawa aku ke mana gitu, udah capek banget ini. Mana dingin lagi," gerutuku.
"Iya, Ayo!" Aku mengikutinya dari belakang sambil menggerek koper dan menenteng tas kecil. Sedangkan Arshaka kusuruh untuk membawakan tasku.
Kami berhenti di depan mobil berwarna hitam yang kuyakini milik Arshaka. Dia mengambil alih koperku dan dimasukkannya ke bagasi. Aku masih mematung di luar saat Arshaka masuk ke mobil.
"Ngapain di situ, mau tak tinggal," ujarnya.
"Kita berdua?" tanyaku ragu.
"Ya kali berdua, ada sopir nih," jawabnya lalu akupun masuk di mobil bagian belakang.
Akhirnya kami pergi meninggalkan bandara. Aku juga tidak tahu, Arshaka akan membawaku kemana. Tapi aku tidak terlalu khawatir karena Arshaka tidak mungkin melakukan hal yang tidak baik untukku. Aku memandangi ke arah luar jendela, menatap gemerlap malam Hamburg. Jalannya cukup lenggang karena mengingat sudah malam.
Meskipun dalam keadaan gelap, aku sangat yakin Hamburg sangat indah. Keindahan Hamburg membuatku lupa untuk mengabari Abi dan Umi, pasti mereka sangat menunggu kabar dariku.
"Shaka, di Indonesia sekarang sekitar jam berapa ya?" tanyaku pada Arshaka setelah keheningan tercipta selama perjalanan.
"Sekitar jam empat pagi, perbedaan waktunya lima jam," jawabnya lalu aku mengucapkan terima kasih.
Tepat sekali, pukul empat pagi biasanya Umi sudah bangun seusai salat tahajud dan menunggu salat subuh. Aku mengirim pesan kepada Umi jika aku sudah sampai dan baik-baik saja. Tidak lama kemudian, Handphone ku berdering, tertera nama Umi di sana. Sepertinya Umi sudah membaca pesan yang kukirim.
"Assalamualaikum, Umi," ucapku.
"Waalaikumsalam, Ra. Kamu sekarang udah di mana?" tanya Umi di seberang telepon.
"Sekarang lagi sama Arshaka, Mi. Aku nggak tau dia mau bawa aku kemana." Sindirku membuat Arshaka sontak menoleh dan menatapku sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
[AU2] Keikhlasan Cinta✓ [COMPLETED]
Novela Juvenil[Sequel Alfiyah Untukmu] ~Belum Revisi~ "Namamu akan selalu ada didalam hatiku, meskipun kau takkan pernah menjadi milikku." Nayyira Huwaida Husna. Cinta memang sudah untuk ditebak. Takdir Tuhan-lah yang mampu menyatukan cinta. Akankan cinta Nayyira...