Keikhlasan Cinta 23

1.2K 86 3
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

_____

Sekuat apapun kamu mengejarku, hatiku tidak tergoyahkan karena ia sudah memiliki satu nama, yaitu dia.

_____

Setelah salat asar di masjid pesantren, aku mengajak Arshaka, Fariha dan Sabrina untuk duduk di halaman belakang rumah sambil memandang senja yang indah. Aku duduk di ayunan bersama Arshaka, kami duduk berhadapan dengan jarak yang tidak dekat. Sedangkan Fariha dan Sabrina sedang duduk di gazebo.

Aku bukanlah orang yang mudah memulai pembicaraan dengan orang yang tidak kukenal sebelumnya. Hening tercipta antara aku dan Arshaka. Aku hanya memandang senja yang sangat indah itu sambil sesekali tersenyum. Entah apa yang dipikirkan Arshaka, dia tampak seperti memikirkan sesuatu.

"Ra," panggil Arshaka sambil menatapku.

"Ada apa?" tanyaku lalu menoleh ke arahnya lantas aku kembali menatap langit jingga itu saat Arshaka menatapku intens.

"Terima kasih, ya," ucapnya tiba-tiba membuatku sontak menatapnya lagi.

"Untuk?" tanyaku memastikan.

"Karena kamu sudah mau bantu saya mengobati luka," katanya. Aku hanya mengangguk menanggapinya.

"Memangnya apa yang membuatmu begitu terluka, Ka?" tanyaku penasaran. Dia tampak menghembuskan nafas panjang.

"Kalau nggak mau cerita, ya, nggak papa," pungkasku.

"Saya mencintai seseorang, Ra. Dia cantik, baik, salihah dan segalanya buat saya. Namanya seperti namamu, Nayyira. Saya sangat mencintainya bahkan saya tidak pernah membayangkan dia akan pergi meninggalkan saya untuk selamanya. Dia wanita yang saya cintai setelah ibu dan adik-adik saya. Tapi, takdir berkata lain, Allah ternyata lebih menyayanginya." Arshaka menjeda kalimatnya, "di kantin tadi saya ingin bercerita ini kepadamu, Ra. Sebenarnya tujuan orang tua saya membawa ke sini untuk meminta tolong kepadamu, Ra, karena mereka yakin bahwa kamu bisa membantu saya mengobati luka ini. Saya lelah dengan luka ini, Ra," pungkasnya.

"Indeed we belong to Allah and indeed to Him we will return. Sabar, ya, aku akan bantu kamu sebisaku." Arshaka lantas tersenyum kepadaku.

"Senjanya indah, ya," ucapnya lantas aku mengangguk setuju.

"Tapi senyummu lebih indah, Ra," lanjutnya membuat mataku membulat tidak percaya.

"Apaan sih," timpalku.

"Bercanda, Ra," jawabnya sambil terkekeh kecil.

"Aku hanya berniat membantumu, Ka. Aku berharap kamu tidak menganggap lebih," gumamku dalam hati.

Senja kian memudar diiringi suara adzan magrib yang berkumandang. Akhirnya aku mengajak Fariha dan Sabrina untuk masuk ke rumah.

_____

Seperti malam-malam biasanya, aku selalu pergi ke pesantren untuk mengaji. Setelah salat magrib, aku langsung menuju ke gazebo pesantren yang berada di dekat kelasku sambil menunggu teman-temanku datang.

Aku mengayunkan kakiku sambil sejenak berpikir cara menyembuhkan luka Arshaka. Jujur aku bingung harus bagaimana membuatnya tidak terluka lagi, setidaknya luka itu sedikit memudar meskipun aku tahu itu tidak mudah.

[AU2] Keikhlasan Cinta✓ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang