SA 22

28.4K 1.6K 20
                                    

Aksa menarik nafasnya dalam-dalam, bersiap membawa Sasa lagi dalam gendongannya. Ya, Sasa merengek minta digendong lagi, kakinya pegal sehabis keliling Monas katanya.

Aksa tidak menolak, kalo menolak bisa-bisa ngambek lagi Sasa-nya. Tapi Aksa juga tidak keberatan sih, walaupun pegal dia tetap membawa Sasa kegendongan dengan senyum geli yang tetap menghiasi wajah Manurious kw itu.

"Sampe." Seru Sasa saat Aksa meletakkannya diatas meja makan.

"Kamu anak tunggal ya Aksa?" Tanya Sasa pada Aksa tepat dihadapannya setelah mendarat dimeja makan. Pertanyaan random yang tiba-tiba ingin Sasa utarakan.

Aksa menukikkan satu alisnya, pertanyaannya aneh. Apa Sasa tidak tahu tentang Aksa ya? Aksa saja tahu tentang Sasa, tidak adil banget. Bikin moodnya hancur lagi seketika.

"Hm." Jawab Aksa singkat.

Tidak bohong juga, Aksa kan memang anak satu-satunya dari Mama dan Ayahnya.

Sasa mengangguk, "Tapi kok gak dimanja ya?" Katanya lagi dengan polosnya.

"Dihh emangnya bocah." Aksa berjengit geli .

"Kan biasanya gitu."

"Kamu anak pungut kali." Lanjut Sasa lagi, lalu tertawa terbahak-bahak mengingat ucapannya barusan.

Dia hanya bergurau, jelas-jelas Aksa memang lumayan mirip dengan Ayah mertuanya itu. Biasanya anak tunggal memang sangat dimanja kan? Sahabatnya yang bernama Veny itu juga anak tunggal, Veny benar-benar dimanja oleh orang tuanya sampai-sampai jadi centil begitu.

"Gak gitu ya nyet!" Aksa menyentil kening Sasa dengan gemas, istrinya kalo bercanda suka bikin overthingking.

Sasa meringis, menabok punggung Aksa kencang.

"Kuku kamu tajem ih." Sasa mengaduh sakit atas sentilan Aksa, kuku Aksa tuh kaya tukang gali kubur.

"Sini sekalian aku potongin, dikunci motor kamu kan kayanya ada gunting kuku tuh." Meraih tangan besar Aksa.

"Nih." Aksa menyerahkan kunci motornya pada Sasa, mempersilahkan Sasa memotong kukunya, lagian mana sempat Aksa memotong kukunya.

"Padahal ada tapi gak mau dipotongin, jorok." decak Sasa sembari memotong kuku Aksa.

"Bawel." Cebik Aksa

Aksa joroknya sudah mendarah daging, susah untuk diajak hidup bersih, sampai otaknya suka berpikir ngeres.

Sasa fokus pada kuku Aksa yang sebelas dua belas dengan macan. Sedangkan Aksa hanya diam memperhatikan Sasa yang memotong kukunya, sedikit perhatian yang membuat Aksa berdesir dan tersenyum kecil.

Sedetik kemudian raut wajahnya berubah menjadi datar, bayangan lain yang membuat Aksa langsung menatap Sasa tajam.

Sasa yang merasa diperhatikan mendongakkan kepalanya.

"Kenapa?" Tanya Sasa pelan, tatapan tajam Aksa membuatnya tiba-tiba takut.

"Putusin."

Sasa bengong, satu kata yang dilontarkan Aksa sama sekali tidak bisa Sasa pahami.

"Putusin? Apa yang diputusin?" Tanya Sasa heran, lalu dia melirik jari Aksa yang masih dipegang,

"Aku kan lagi potongin kuku kamu bukan jarinya." Lanjutnya, mungkin maksud Aksa jarinya kali ya. Ambigu sekali ucapannya.

"Putusin pacar lu." Kata Aksa dengan nada suara lebih kencang.

Sasa baru paham sekarang, ternyata Aksa beneran percaya Sasa punya pacar, padahal tentang itu dia hanya asal sebut.

SAKSA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang