SA 30

27.7K 1.7K 154
                                    

Pagi-pagi sekali Aksa sudah menyiapkan baskom berisi air dingin lengkap dengan handuk kecilnya.

Dia memang berniat bangun lebih awal untuk mengompres lebam di pipi Sasa berkat kelakuannya. Sungguh, Aksa sangat menyesal karna terlalu kelewatan seperti ini, bahkan pagi ini lebam di pipi Sasa lebih ketara, jika semalam hanya memerah dan sedikit bengkak, sekarang malah terdapat biru-biru kemerahan dengan bengkak yang lebih parah.

Aksa meringis melihatnya, itu pasti sakit.

Meremas handuk kecil itu, lalu menempelkan nya disebelah pipi Sasa dengan pelan, takut membangunkan istrinya.

Sambil menunggu kompresannya menyerap, Aksa memandangi wajah Sasa. Mata istrinya itu agak bengap, mungkin karna menangis semalam.

Aksa mengelus mata itu, "semalam itu beneran niat mau pergi gak sih?" Tanya Aksa pada dirinya sendiri

"Jangan ya." Aksa memelas.

"Disini aja, sama gua,"

"Sama dedek bayi juga."

Aksa menyugar rambutnya frustasi, dia juga heran dengan dirinya sendiri yang sampai naik pitam saat Sasa mengatakan akan pergi, padahal dulu dirinya yang menentang saat disuruh bertanggung jawab. Bahkan dia senang saat Sasa bilang tidak menuntut untuk menikahinya. Lalu sekarang malah sebaliknya.

Aksa bingung sama hatinya sendiri, sebenarnya yang dia mau apa?

Aksa dengan telaten mengganti kompresan yang sudah tidak dingin itu, air yang ada dihanduk sampai menetes turun ke leher Sasa karna perasan yang kurang kuat.

"Enghh." Lengah Sasa, memegang lehernya yang basah.

Membuka mata perlahan, "kok basah." Sasa mengernyit.

"Apa bocor ya?" Sasa masih tidak menyadari Aksa disampingnya.

"Air." Sahut Aksa

Sasa menoleh, lalu baru menyadari ada handuk di pipinya.

"Ngapain?"

"Ngompres." Jawab Aksa singkat, kembali ke mode datar.

Sasa melirik jam, syukurlah masih jam 05.30 ternyata. Tapi, jam berapa Aksa bangun? Tumben pagi sekali, biasanya juga jam tujuh kurang baru bangun.

Menyentuh pipinya, Sasa merasa pipinya menebal, pipi dalamnya juga luka karna bergesekan dengan giginya.

"Sakit..." Rengek Sasa, menatap Aksa dengan puppy eyes nya.

"Makanya di kompres biar gak sakit."

"Yang didalam juga sakit," Adu Sasa, menunjuk pipi dalamnya

"Mana, coba liat." Aksa mendekat, kepalanya sudah berjajar dengan kepala Sasa, menarik bibir bawah agar Sasa membuka mulut.

Sasa menurut membuka mulutnya lebar, biarin lah biar pun baru bangun tidur dan belum mandi, Sasa percaya diri bau mulutnya rasa stroberi.

"Mana sih?" Aksa mengernyit, mengintip-intip bagian mana yang luka tapi matanya tidak dapat melihat karna gelap.

"Pake senter." Titah Sasa.

Aksa meraih ponselnya dinakas, menghidup senter dan mengarahkannya ke mulut Sasa.

"Sebelah sini," Sasa menunjukkan lukanya dengan mengarahkan pakai lidah.

Aksa tertawa geli entah karna apa, "wah iya bener."

"Wah? Is amazing kah?" Ujar Sasa kesal, kata yang digunakan Aksa benar-benar tidak tepat.

Aksa tertawa geli, luka di pipi dalam istrinya memang lumayan parah, dikedua sisi sama-sama luka, pasti perih.

SAKSA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang