SA 17

31.6K 1.7K 52
                                    

Hari-hari berlalu, semenjak jatuh sakitnya Sasa waktu itu, entah kesurupan atau ketempelan setan apa, Aksa menjadi sedikit lebih perhatian, ya walaupun hanya naik satu level dari biasanya. Aksa jadi rutin menanyakan sudah makan atau belum, uang saku untuk Sasa pun ditambah.

Ohh jangan lupakan setiap bangun tidur Sasa selalu mendapati Aksa yang memeluk dirinya, tentu saja itu menjadi alasan baru untuk pertengkaran setiap pagi, memangnya siapa yang sudi dipeluk Aksa? Tapi si biang kerok gak mau ngaku, dia bilang tidak sadar kalau ternyata dia memeluk Sasa saat tidur.

Dan, tentu saja itu bohong, Aksa gengsi lah kalau Sasa tahu dia memeluknya dalam keadaan sadar. Iya sadar, Aksa sengaja tidur belakangan menunggu Sasa tidur lebih dulu agar dia bisa memeluk Sasa, entah kenapa semenjak kejadian dirumah sakit, Aksa jadi selalu ingin memeluk Sasa, rasanya nyaman, enak juga empuk. Sayang juga untuk dilewatkan, tau gitu dari sebelum-sebelumnya saja Aksa peluk Sasa. Sepertinya Aksa kecanduan.

Langkah kaki Aksa berhenti didepan meja makan, seperti ini rutinitas nya memang, bangun tidur tujuannya langsung ke meja makan meskipun masih muka bantal.

"Kok susu sih, emangnya gua anak tk apa?" Aksa bergumam bingung, biasanya dimeja ada kopi hitam yang memang sudah disiapkan Sasa untuk dirinya, tentu atas paksaan dan request sebagai tuan besar dirumah, tapi kali ini hanya ada susu, kemana minuman pahit itu? Tapi meski bingung Aksa tetap meminumnya, bangun tidur tenggorokan terasa kering, ribet kalau nyari-nyari kopinya dimana. Yang ada saja dulu ditenggak.

Sekali minum langsung habis, Aksa letakkan kembali gelas kosong itu dimeja.

"Kenapa kosong gelasnya?" Seru Sasa yang tiba-tiba sudah berdiri disampingnya mengangkat gelas yang kosong.

"Gua minumlah, lagian biasanya juga kopi, kenapa malah susu coba." Decak Aksa malas

"Kok gak nanya dulu! Ini bukan buat kamu." Sasa melotot garang

Aksa memutar bola matanya, "yaudah sih tinggal bikin lagi ribet banget."

"Itu susu hamil!" Kesal Sasa menghentakkan kakinya.

Aksa seketika melotot tekejut, berdiri dari duduknya tiba-tiba sampai kursi yang tadi didudukinya jatuh karna terdorong oleh kakinya.

"Serius?!" Pekik Aksa dengan langsung membekap mulutnya tak percaya, berlari menuju wastafel lalu mencoba memuntahkan isi perutnya, bersusah payah Aksa mencoba mengeluarkan tapi tak kunjung berhasil, bahkan dia sampai mengorek mulutnya agar bisa memuntahkan.

"Kamu ngapain sih?! Gak usah begitu!" Sasa menggeplak bahu Aksa.

Aska terus mencoba memuntahkan isi perutnya, wajahnya memerah sampai ke telinga.

"Udah ih, gak usah digituin." Geram Sasa lantas menutup mulut Aksa dengan tangannya agar laki-laki itu berhenti dengan tingkahnya.

"Kalo gua hamil gimana?!" Seru Aksa kelabakan.

Sasa yang mendengar seruan Aksa seketika melongo, dia langsung membekap mulutnya untuk menahan tawanya yang sebentar lagi akan menyembur.

Demi apa Aksa ngomong kaya gitu? Dia beneran bego ya?

Dan seketika terlintas ide jahilnya.

Sasa merubah rautnya seketika, memelaskan wajahnya sambil mengusap-ngusap perutnya yang masih rata. "Kamu sih! Yang diperut aku aja belum keluar, masa dia udah mau punya adek aja." Mati-matian Sasa menyembunyikan tawanya.

Raut wajah Aksa sudah benar-benar tegang bingung harus apa, kalau sampe dia hamil betulan bisa-bisa diusir dari bumi.

"Udah siang, sekolah!" Suruh Sasa meninggalkan Aksa yang masih ditempat, tidak kuat harus menahan tawanya terlalu lama, bisa-bisa dia pipis di celana.

SAKSA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang