SA 12

35.7K 1.9K 47
                                    

Sudah berjalan beberapa hari mereka tinggal bersama, hari-hari yang masih dihiasi dengan adu bacot antarkubu. Dua kepala yang tidak pernah mau mengalah, meraka sama keras kepalanya. Sesekali juga adu otot, tidak melihat siapa lawannya.

Semua mata menatap heran keduanya, bahkan mereka sudah hafal betul siapa yang suka bertengkar pagi-pagi diarea parkir.

Aksa mengambil dompet dari saku celananya, belum sempat mengeluarkan uang untuk memberikan Sasa ongkos sekolah, Sasa lebih dulu merebutnya paksa. Membuka dengan tergesa, dan mengambil uang selembar berwarna merah.

Sasa menyeringai penuh kemenangan.

"Nahhh, aku suka yang warna merah." Seru Sasa, mengibas-ngibas uang lembaran seratus ribu yang diambil dari dompet Aksa. Setelah dapat apa yang dia mau, dompet yang memang masih ada sisanya dilempar dan langsung ditangkap si pemilik.

"Sialan!" Aksa mengumpat pelan meski begitu dia tidak merebut uang yang sudah diambil, tangannya kembali memasukkan dompet pada saku.

"Jangan ngomong kasar, gak baik buat kesehatan." Nasihat dari Sasa sambil menyindir.

"Oke gapapa, ambil aja. Sekalian buat seminggu ya!" Aksa menyeringai, jangan coba lawan Aksa yah, sudah pasti Aksa yang kalah. Main karambol aja kalah.

"Ohhh tenang, nanti aku minta Ayah kamu aja ya, sekalian bilang kalo anaknya suka korupsi uang bagian aku." Jawab Sasa santai, melipat tangannya di dada. Mengangkat dagu tinggi-tinggi untuk menantang Aksa.

Jangan dipikir Sasa gak tau, justru dia tau dari mertuanya langsung soal jatah dia yang ditransfer lewat ATM Aksa. Aksanya saja yang berbakat dalam berkorupsi. Masih untunglah Aksa karna Sasa tidak memberi tahu Ayahnya kalau Aksa hanya memberi uang seuprit.

Aksa gelagapan, bahaya, bisa-bisa duit Aksa yang dipotong.

"Jangan asal nuduh loh!" Kilah Aksa

"Jadi gak mau ngaku nih?" Tanya Sasa,  menaik-turunkan alisnya.

Kalau sudah kaya gini, Aksa gak bisa bohong lagi. Sudah terlanjur ketahuan. Padahal Aksa lagi ngumpulin uang buat beli motor baru, gagal beli motor deh kalau benar uangnya dipotong Ayah.

"Ihhh, kok kamu cantik banget ya pagi  ini!" Seru Aksa mencubit gemas pipi Sasa. Ini sih suatu percobaan supaya Sasa gak lagi ngomongin duit yang dia tilep.

"Idih, gak usah mengalihkan pembicaraan ya!" Sasa menyentak. Suaminya itu bego, dia kira Sasa bocah kali dipuji-puji supaya luluh.

"Iya beneran, gemesin ihh, jadi pengen mutilasi."

"Kampret!" Umpat Sasa

"Udah lah, sana pergi!" Lanjutnya lagi mengusir Aksa. Bosen setiap hari berdebat, Aksa gak pernah mau kalah dengan perempuan.

"Iya! Udah dapet cepe aja ngusir." Gerutuan Aksa yang didengar Sasa, memakai helmnya bergegas berangkat sekolah.

"Emang ini yang aku incer!" Sewot Sasa

"Jelek lo!"

"Lo!"

Sudahlah, memang itu yang setiap hari mereka lakukan, bertengkar. Gak dimana-mana kalo ada kesempatan yaa saling mengejek.

Kemudian mereka pergi kearah yang berbeda, Sasa yang berjalan menuju halte untuk menunggu angkutan umum, sedangkan Aksa yang entah kemana perginya, yang pasti tidak langsung pergi kesekolah. Bolos adalah kesenangannya.

Kembali ke Sasa, sedang duduk di kursi halte yang terbuat dari kaleng bekas, matahari yang tampaknya masih malu-malu. Seperti biasa, menunggu angkot dengan jurusan arah sekolahnya.

SAKSA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang