Sekarang adalah hari minggu, gadis yang sudah bangun dari subuh itu hanya mengurung diri dikamar, dengan isakan yang tak berenti sejak dia tau bahwa benar, hasil dari kejadian beberapa minggu lalu membuahkan hasil.
Subuh tadi dia memeriksanya dengan tespeck yang dibelinya semalam, Sasa tak tau harus berbuat apa, dia bingung. Dia yakin orang tuanya pasti akan sangat kecewa setelah mengetahui hal ini, keluarganya akan malu.
Dirundung tetangga.
Berhenti sekolah.
Dikucilkan.
Membayangkan hal itu, tangisnya semakin tumpah.
Apa yang harus Sasa lakukan? Kabur?
Lamunannya terhenti mendengar suara ketukan dari luar, sudah dipastikan itu mamanya.
Lekas dia memperbaiki keadaannya, menghapus dengan kasar setiap jejak air mata.
"Kak, udah bangun kan? Sarapan dulu yuk, udah jam 8." Seru Mamanya dari luar pintu kamar.
"Bentar mah, Sasa mandi dulu." Sahut Sasa, dia harus mandi dulu untuk menghilangkan wajah sembabnya.
Setelah selesai mandi, Sasa bergegas turun menuju meja makannya.
"Sarapan sendiri kak, nungguin kamu mandi kelamaan, jadi udah pada sarapan duluan." Kata sang Mama sambil mengangkat piring-piring yang sudah kosong.
"Iya, Ma."
Sasa adalah anak pertama dari dua bersaudara, adiknya laki-laki bernama Bayu yang baru menginjak kelas tiga sekolah dasar. Ayahnya-Yudi Narehja adalah PNS yang bekerja disalah satu kecamatan di Kota itu, dan Ibunya membuka usaha loundry diruko depan komplek perumahan.
Caesa Cintya Narehja adalah nama lengkap Sasa, kebiasaannya dipanggil Sasa karna nama Caesa lebih susah disebut.
Saat ini usianya sudah menginjak 18 tahun, Sasa duduk dikelas XII SMA.
"Ma, Sasa mau keluar sebentar." Izin Sasa pada mamahnya.
"Mau kemana, kak?"
"Beli sampul buku."
Setelah mendapat izin dari Mama, Sasa keluar rumah berjalan kaki, dengan hanya menutupi kaus polosnya dengan sweater rajut.
Sebenarnya beli sampul buku hanya alasan saja, saat ini Sasa butuh udara luar untuk menjernihkan pikirannya. Dan tempat luas yang mana banyak orang disana adalah tujuannya. Taman.
Mengedarkan pandangannya, suasana mulai ramai, barangkali karna ini hari Minggu.
Sasa memilih kursi kosong yang jauh dari keramaian. Sepi adalah suasana yang dibutuhkan Sasa untuk berpikir.
Belum lama Sasa duduk, dia merasakan kursi disebelahnya disinggahi seseorang. Sasa membeku setelah mengetahui orang yang ada disebelahnya itu, Sasa masih ingat betul dengan wajahnya, seseorang yang saat ini sangat Sasa benci, ah lebih tepatnya orang yang mendadak dia kenal sekaligus benci .
Dia yang sudah membuat Sasa seperti ini, seseorang yang bahkan belum pernah Sasa lihat, apalagi untuk tahu namanya.
Buru-buru Sasa bangkit hendak pergi dari situ, tapi tangannya lebih dulu dicekal membuat dia terjatuh di kursi itu lagi.
"Kita harus bicara!" Kata Aksa singkat penuh penekanan.
"Gak ada yang perlu dibicarain, kita gak pernah saling kenal." Jawab Sasa dengan nada sinisnya.
"Lo emang gak kenal gua, tapi lo gak mungkin lupa sama gua setelah apa yang udah terjadi." Seru Aksa dingin
"Bajingan!" Hardik Sasa dengan menampar keras pipi Aksa. Sasa jijik, orang ini harusnya tidak perlu ada dihadapannya lagi, apalagi untuk membicarakan hal menjijikan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
SAKSA (END)
Teen FictionIbarat cerita lama belum kelar, Cerita yang sudah lama hiatus ini akhirnya kembali. I deleted the synopsis, Langsung aja mampir dan baca. Semoga suka dan bisa menghibur. Grazie mille. Pernah Highest rank #1 in fiksiremaja #...