Chapter 8 - Because of That Book

1.5K 167 1
                                    

Matanya menatap lekat ke arah surat itu. Surat putih dengan cap lambang keluarga Pansy. Glenice termenung sesaat. Rambutnya yang seperti benang sutra itu disisir oleh Rosella.

"Rosella, ini surat dari ayahku..."

"Iya aku tahu itu. Ada apa?"

Surat itu disimpan di laci riasnya dan kemudian dia berbalik ke arah Rosella. Rosella menghentikan kegiatannya dan beralih menyisir rambutnya sendiri dengan sisir yang sama. Kemudian mulut Glenice terbuka.

"Aku telah bertunangan."

"Apa?! Apa kamu bercanda!"

Kedua mata Rosella terbuka kaget dengan perkataan Glenice dan kemudian lanjut mengoceh.

"Apa kamu akan menikah? Kamu kan masih berumur 18 tahun? Apa ayahmu tega membiarkanmu menikah?"

"Bukankah ketika sudah berumur 18 tahun para gadis akan menikah?"

Ah benar juga.. Ini kan bukan duniaku.. Apakah para gadis disini tidak memiliki kebebasan selain hanya duduk di dapur?

"Duduklah Rosella"

Glenice angkat dari kursinya dan mendorong punggung Rosella untuk duduk dikursi yang sebelumnya diduduki.

"Aku akan menulis surat balasan untuk ayah dulu."

Selagi Glenice mengambil pena dan kertas, Rosella menyisir keras rambutnya yang tidak apik. Kedua mata Rosella menjadi sayu mendengar usulan Baron Pansy tentang pertunangan Glenice. Kemudian tanpa sadar dia mengingat kembali masa lalunya sebagai Kenanga.

.

.

.

Dalam benaknya, kereta kuda digantikan oleh kendaraan bermesin. Toko-toko setapak sudah dipenuhi oleh bangunan tinggi. Itu adalah kota dimana Kenanga tinggal, jauh sebelum dia memasuki tubuh Rosella. Setiap harinya disibukkan oleh tugas kampus yang menumpuk dan diuji oleh penderitaan-penderitaan yang ada.

Hari itu adalah usainya jam pelajaran di siang hari. Bersama temannya dia duduk di salah satu kursi kantin. Mereka bersama-sama membeli dan makan makanan yang sama.

"Kenanga! Apakah kamu paham akan pelajaran ini?" tanya salah satu temannya.

"Iya, jadi ini seharusnya disini biar lebih gampang ngitungnya. Lalu..."

Semua orang tampak memperhatikan Kenanga. Kenanga bukan hanya terkenal dari bidang akademik, tetapi status sosial. Status dimana dia adalah salah satu gadis yang 'memiliki uang'. Hal-hal yang terlihat enak di mata orang lain, tidaklah seenak yang dirasakan Kenanga sendiri.

"Apakah kamu berpikir seperti itu Kenanga?" jawab teman Kenanga dengan sangat terkejut.

"Kalau aku tidak memiliki prestasi, apa yang akan ibu lihat dariku? Bagaimanapun aku adalah satu-satunya anak ibuku."

"Bagaimana dengan aya- ah.."

Kenanga hanya senyum tipis dan memiringkan kepalanya. Mulut temannya itu langsung tertutup rapat.

"Tidak apa. Dia hanya orang brengsek."

Mendengar perkataan Kenanga saat itu, membuat temannya ikut bersedih. Di satu sisi dia adalah temannya dan seharusnya membantu Kenanga dalam persoalan sulitnya. Tetapi disisi lain, dia tidak punya keberanian dalam mengungkapkan seluruh pikirannya. Akhirnya dia berpikir demikian.

"Teman macam apa aku ini?"

Kata-katanya itu dilontarkan langsung dan Kenanga bisa mendengarnya.

I Just Want to be a Side Character!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang