Chapter 15 - Shopping Time

1K 120 1
                                    

"Aku lapar ...."

"Bukankah satu jam yang lalu kita baru makan?"

"Entah kenapa, mungkin karena aku melihat restoran di ibu kota, aku jadi lapar."

Glenice terkekeh dan menunjukkan sifatnya yang biasa. Seolah-olah pertentangan kemarin tidak terjadi.

Rosella ingin mencoba makanan yang dia lihat dijalanan ibu kota, namun dia tidak mau mengekspresikan sikap manjanya itu. Dia sudah terlalu banyak diberi oleh teman disampingnya itu. Mengikuti jadwal temannya saja sudah cukup baginya. Tidak... Mungkin perbuatan Glenice yang dilakukan untuk Rosella selama ini sudah lebih dari cukup, bahkan melebihi ekspektasinya.

Kemudian, mereka berdua sedikit terkejut ketika kereta kuda tiba-tiba terhenti.

"Sudah sampai, ayo kita turun," ucap Glenice kepada Rosella.

Mereka berdua turun dari kereta kuda itu. Saat turun, tangan Glenice dipapah oleh kusir, begitupun juga dengan Rosella.

Mereka turun tepat di butik tersebut. Sebuah kaca lebar menampilkan karya terbesar yang dimiliki butik itu. Saat memasuki wilayah itu, semuanya penuh dengan gaun-gaun yang hampir mirip dipakai oleh para kelas bangsawan di desanya, bahkan ini lebih mewah. Rosella menelan ludahnya sambil terkesima.

"Coba kita lihat," Glenice kembali melirik ke arah Rosella yang sibuk terkesima dengan pemandangan di butik itu.

"Karena rambutmu berwarna merah muda, sebaiknya gaunnya berwarna terang, ya?" lanjut Glenice

Rosella memikirkan perkataan Glenice, sambil memegang salah satu model kain di gaun. Rosella belum pernah memikirkan apa yang harus dibelinya selain kebutuhan primer.

Sandang yang dikenakannya sangat murah. Pangan yang dimakannya berupa masakan rumahan biasa. Papan yang ditinggalinya hanya berupa rumah tua kakeknya. Sekarang, gaun yang berderet di matanya bagaikan kebutuhan tersier dalam hidupnya.

"Entahlah ... Bukankah anak seumuran kita tidak pantas memakai warna tua?"

"Jadi kamu berpikiran seperti itu, ya?"

Rasanya Glenice sudah paham apa yang hendak dibeli. Akhirnya, pemilik butik itu pun datang dengan senyuman hangat.

"Ada yang bisa saya bantu?"

"Bawa semua gaun pesta yang berwarna terang kesini. Saya minta desain yang tidak terlalu mencolok," ucap Glenice dengan tegas.

"Baik ...."

Semua pelayan itu mungkin sibuk dengan apa yang dikerjakannya, tetapi mereka menunda pekerjaan demi membawa deretan baju yang akan dipilih Glenice dan Rosella.

Semuanya tidak terlalu mencolok dan terlihat polos. Namun, kepolosan itulah yang membuat wajah cantik seseorang lebih ditonjolkan. Itulah definisi gadis yang terlihat polos, tetapi anggun dan menawan.

Mungkin ini pertama kalinya Rosella memilih sendiri untuk kepuasan pribadinya. Dia memilih gaun dengan teliti, hingga sampai ke pernak-pernik yang menempel pada gaun itu. Kemudian, pandangannya teralihkan ke arah gaun violet muda yang dipoles renda pendek. Ketika disentuh, kain itu terasa halus di permukaan kulitnya.

"Ohoho~ Pilihan Lady memang tepat, gaun ini terlihat seperti dirancang untuk Lady sendiri," ucap salah satu Pelayan butik.

Rosella tersipu ketika pelayan itu berkata demikian. Namun, ada hal aneh di matanya yang membuat gaun itu berbeda. Sepertinya Rosella pernah melihat warna itu dalam mimpinya. Terlihat sekilas, tetapi tidak nyata, mungkin lebih serupa dengan bayangan.

"Rosella, lihat! Aku memilih biru muda karena sesuai dengan bola mataku," ucap Glenice sambil memakai gaun itu.

Gaun itu terlihat pas saat dikenakan Glenice. Warnanya sangat serasi dengan kepribadiannya yang polos nan suci. Ada rasa anggun dan molek yang berpancar di sekitarnya.

I Just Want to be a Side Character!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang