Chapter 42 - A Blessing in Me

489 74 1
                                    

Kejadian itu berlalu begitu cepat. Bahkan tidak terhitung oleh waktu yang menyelimuti kehadirannya.

Rosella sedang berada di kamarnya. Tanpa tidur, dia tengah memikirkan kejadian kemarin. Pikirannya tidak terkendali. Beberapa kali dia menyentuh bibirnya yang mungil dengan jari telunjuknya.

"Rosella! Kau bodoh! Bodoh!"

Dia memukul wajahnya sendiri dengan bantal. Badannya mengguling-guling di balutan selimut tebal. Dia ingin keluar dari pikirannya dan disaat yang bersamaan dia malu karena masih mengingat kejadian itu.

"Mengapa saat itu kamu hanya bisa kabur.. padahal saat itu aku..."

Rosella hanya melakukan sekali, bersama Pangeran itu. Namun dia memikirkannya berkali-kali di dalam otaknya. Apakah ini saatnya Rosella memulai kisah cinta yang penuh dengan kobaran api?

"Kendalikan dirimu sendiri Rosella.. tidak, apa aku harus bilang Kenanga?"

Pikiran dan jiwaku adalah Kenanga, tetapi yang diciumnya adalah tubuh Rosella. Ini rumit...

Apakah aku akan menyembunyikan hal ini selamanya?

Gadis itu menekukkan lehernya dan membelai selimutnya yang tebal. Kemudian dia turun dari kasur dan membawa mantelnya.

Dari banyaknya lampu yang menyala, sepertinya ini terlalu pagi untuk Rosella membuka matanya.

Tempat paling indah adalah taman berbunga putih. Di sudut tempat itu diletakkan sebuah pohon tua dan rindang. Rosella menyentuhnya dan bersandar pada pohon itu.

Sepertinya aku pernah melihat pohon ini.. dimana, ya?

Kelopak bunga jatuh dengan anggun dan terbawa oleh angin. Ketika matahari mulai menunjukkan sedikit keberadaannya, hawa dingin di sekitarnya mulai menghilang perlahan. Sosok pria muncul di belakangnya dan gadis itu tahu ketika ada suara gesekan rumput.

"Rosella, mengapa kamu bangun pagi sekali?"

"...!"

Dari pada kata "Ayah", gadis itu melihatnya seperti Tuan Rumah, sebatas orang asing di dunia barunya saja.

Rosella memalingkan wajahnya dan berusaha menjaga jarak dengan pria itu. Tanpa alasan tertentu, tampak secercah cahaya yang memantul dari mata pria itu.

"Aku pertama kali bertemu dengan ibumu saat berada di desa perbatasan itu."

Dia tidak meresponnya dan berusaha mengakhiri pertemuan tak terduga itu.

Kemudian pria itu melanjutkan kata-katanya, "Lalu ... apakah dia masih hidup?"

Rosella mengepalkan telapak tangannya dan mengerutkan keningnya. Dia menjawab tanpa memandang wajahnya.

"Jika ibuku masih hidup, aku mungkin tidak akan kemari, Tuan Chislon."

Rosella ketus mengatakannya, terutama di bagian akhir kalimatnya. Tidak perlu dilihat dari wajahnya, pria di sampingnya pun menyadari betapa besar perasaan benci anaknya.

Matanya terbuka lebar, bahwa orang yang disampingnya bukanlah Ayah Brengsek-nya. Namun rasa yang tak bisa dijelaskan itu, benar-benar tidak hilang dari jiwanya sendiri.

"Wajar jika kamu membenciku. Kamu boleh mengambil apa yang seharusnya menjadi milikmu."

Milikku? Apa yang pak tua ini katakan?

"Aku tidak mengerti. Aku bahkan belum melihat wajah kedua orang tuaku sampai umurku 18 tahun."

"..."

I Just Want to be a Side Character!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang