Chapter 2 - Second Change

3.9K 357 4
                                    

Suara burung yang saling menyahut dan suara air yang mengalir membuat damai di sekitar Kenanga. Bantal yang biasanya empuk namun hangat, kini terasa datar dan dingin. Kenanga belum membuka matanya. Dia mendekatkan kedua alisnya. Rasa sakit atau rasa pusing mengelilingi kepalanya saat ini. Kenanga terlelap kembali.

"Ini dimana?"

Kaki Kenanga berada dalam kabut dingin. Berjalan dengan menggunakan baju tidurnya. Hanya sebuah ruang yang hampa. Langit terlihat berwarna senja keemasan. Tidak ada pohon, tidak ada bangunan, dan tidak ada seorang pun kecuali Kenanga. 

Suara itu tiba dengan keras. Kenanga menengok ke arah sumber suara tersebut. Namun tidak ada seorang pun. Seperti speaker yang dinyalakan di aula. Terdengar besar dan menggema. 

"Kenanga.."

"Siapa?!"

Badan Kenanga yang berputar tanpa arah dengan kecemasan di mukanya. 

"Apa yang akan kamu lakukan sekarang?"

Suara itu bertanya pada Kenanga. Kenanga tidak tahu apa yang dimaksud oleh suara itu. 

Lakukan? Melakukan apa?

"Apa kamu tidak mengingatnya?"

Suara lonceng berbunyi tiga kali datang ke telinga Kenanga. Timbul secercah cahaya dari suara lonceng itu berasal. Tak sadar kenanga menyentuh cahaya tersebut. Kepalanya terasa pusing. Kenanga kini berlutut dan merasakan kepahitan itu kembali. Hal yang dia ingat adalah kematian ibunya. 

------

Kata "Kasihan" selalu dilontarkan padanya, ketika dia memandang foto dan peti mati ibunya. Menangis juga sudah tidak mampu lagi. Kantung air mata sudah habis. Para pegawai toko membicarakan tentang keluarga Kenanga. 

"Bahkan ayahnya tidak datang.."

"Mungkin dia sedang bersama wanita lain."

"Benar juga.. Aku lihat di kantor, pak kepala menggoda sekretaris."

"Semenjak pak kepala memegang toko, pekerjaan toko menurun dengan drastis. Baik jika Kenanga yang mengatur.."

"Hush! Dia masih muda, lagipula dia masih berduka..."

------

"Apakah kamu sudah mengingatnya?"

"Kejam!!"

Hentakan itu membuat suara yang tidak tahu asalnya terdiam.

"Ibu... hiks.. hik.. Dokter bilang ibu akan segera sembuh, tapi kenapa ibu..."

Hawa dingin menyelimuti tubuhnya. Kenanga berlutut dan wajahnya seperti penuh penyesalan. 

"Kenapa ibu harus meninggalkan aku... Ayah juga... Ah.. Aku tidak peduli dengan orang brengsek seperti dia.."

Apakah lebih baik aku mati saja...?

Suara tagisan Kenanga begitu menggelora. Tidak henti-hentinya suara itu mengalir semakin deras bersamaan dengan air matanya. Antara canggung atau sedih, suara itu menampilkan wujudnya. Wujudnya berupa seorang pria berambut kuning terang yang lurus dan panjang. Memakai pakaian putih, hanya kain tipis. Membawa lonceng di tangan kirinya. 

"Jangan seperti itu, masih banyak yang kamu harus lakukan. Hmm... Misalnya seperti... mengembangkan toko milik ibumu!"

"Tidak... aku tidak peduli dengan toko itu. Saat toko itu diambil oleh aya-- orang itu, toko itu semakin mengalami penurunan. Para pegawai toko yang gajinya terlalu besar pun sudah dipecat oleh orang itu. Lagi pula aku masih terlalu muda.."

I Just Want to be a Side Character!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang